I'm Sorry...

Via S Kim
Chapter #42

If...

“Tidak Narama, kau kehilangan semuanya.” Kalimatku terdengar seperti bisikan. Tenggorokanku terasa sakit saat aku menelan ludah. Sepertinya segala macam gumpalan kesedihan tersangkut di sana.

“Apa yang kau maksud?” ia masih bertanya dengan wajah polosnya.

“Kau kehilangan semuanya Narama. Kau kehilangan semua ....” aku tak bisa melanjutkan. Rasanya seperti ada batu besar tersumpal di tenggorokanku.

“Aku kehilangan semua kekuatanku?”

Tanya itu tak sanggup kujawab. Aku menunduk menghindari tatapan matanya. Aku tidak sanggup berkata apapun. Aku hanya diam. Narama juga diam. Tidak ada isak tangis lagi dariku. Rasanya terlalu sakit sampai aku sulit mengekspresikannya. Kenapa? Kenapa ini harus terjadi? Kenapa aku bersikeras dengan misi ini? andai saja, andai saja aku bisa memutar waktu.

“Kita... harus segera kembali. Aku akan segera menghubungi Viola.” Aku beranjak dari ranjang.

“Ternyata kau memang belum menghubungi Viola.” Tatapan Narama padaku begitu dingin. Kosong.

Aku menggigit bibir bawahku. Tatapan mata itu begitu menyakitkan. Ya, seharusnya memang aku segera menghubungi Viola kemarin. Tapi aku tidak melakukannya.

Aku akan segera melakukannya, sekarang. Walau aku tahu ini sudah sangat terlambat. Tapi aku masih berharap ada keajaiban. Semoga pemeriksaanku terhadap tubuh Narama salah. Atau ini hanyalah efek sementara.

Aku keluar dari kamar dan melakukan telepati sebentar dengan Viola, meminta bantuan, menjelaskan secara singkat apa yang terjadi. Viola mengatakan akan mengirim tim bantuan segera.

Maka pagi itu, kami segera berkemas. Tepat saat kami keluar dari rumah, Salvador datang. Terkejut melihat kami yang sudah rapi dan siap pergi.

Aku menjelaskan secara singkat kepada Salvador. Meminta maaf karena tidak bisa berpamitan dengan yang lain. Narama hanya diam sedari tadi. Tidak mengucapkan sepatah katapun. Juga tidak menyunggingkan senyum seperti biasa. Ia hanya mengangguk pamit kepada Salvador yang terlihat berkaca-kaca.

“Semoga tidak ada hal yang lebih serius. Semoga ini hanya efek sementara.” Salvador menggenggam tanganku dengan erat.

Aku mengangguk dan meremas punggung tangannya. Ingin meminta kekuatannya, agar aku bisa berfikir jernih selama perjalanan pulang.

Dan selama perjalanan pulang yang panjang tersebut, semakin terasa panjang karena perasaan sedih, marah, bersalah, dan segala rasa yang sulit kujelaskan. walau sebenarnya perjalanan ini jauh lebih mudah jika dibandingkan perjalanan saat pergi.

Lihat selengkapnya