I'm Sorry...

Via S Kim
Chapter #43

I'm Gone

Aku menemuinya, ditemani Keandra. Setelah meyakinkan diriku sendiri, aku memberanikan diri.

Kuketuk pintu kamar tempat ia dirawat. Iya, Narama dirawat di pusat pengobatan sejak ia pulang dari misi. Seluruh perkembangan kondisinya diawasi.

Aku tidak menunggu sahutan dari dalam untuk membuka pintu. Walau jantungku berpacu sangat kencang, aku terus memberanikan diri. Kupejamkan mataku beberapa detik sebelum daun pintu kudorong.

Narama sedang duduk di ranjang, menatap pemandangan di luar jendela. Ia menoleh saat melihatku masuk. Dan aku menengok ke belakang ketika mendengar pintu di tutup. Keandra tidak ikut masuk. Ia menutup pintunya dari luar. Aku gugup.

Narama berdiri, ia tersenyum. Aku merasa senyumnya sedikit aneh, namun manis. Jantungku rasanya sempat berhenti berdetak beberapa detik. Suasana di dalam ruangan yang tidak besar ini terasa janggal. Kukepalkan kedua tanganku di sisi tubuh. Narama terlihat sangat asing di mataku.

Aku luruh ke lantai, berlutut. Kutundukkan wajahku sedalam mungkin. “Maaf. Maafkan aku. Sungguh maafkan aku.” aku menangis. Ruangan ini kini dipenuhi suara isak tangisku.

“Sungguh maafkan aku. Ini semua karena kesombonganku. Sungguh maafkan aku.” aku terus mengucap maaf walau terbata-bata. “Maafkan aku. aku.... aku tahu kata maafku tidak akan cukup untuk menebus kesalahan yang kubuat. Tapi.. aku tidak tahu harus mengatakan apa padamu selain ‘maaf’.” Kuangkat wajahku menatap Narama yang terpaku melihatku. “Katakan padaku, apa yang harus kulakukan untuk menebus kesalahanku.”

Narama berjalan mendekat, kemudian berlutut di depanku. “Jadi, apa kau yang bernama Eriva?”

Deg.

Apa maksudnya? Kenapa dia bertanya seperti itu?

“Narama.. apa kau...?” tangisku pecah lebih keras. “Jangan katakan jika kau melupakan semuanya.. tolong jangan katakan.”

Narama akan meraihku untuk membantuku berdiri, namun Winter lebih dulu menerobos masuk.

“Apa yang kau lakukan di sini?!” Winterlah yang akhirnya meraih tubuhku yang sudah limbung. Gadis itu mencengkeram pakaianku dan memaksaku untuk berdiri. Aku tidak berusaha melawannya. Aku hanya menangis.

“Ini semua terjadi karenamu, seharusnya kau tidak menemuinya seperti ini!!”

Entah kapan Keandra juga ada di ruangan ini, ia mencoba membantuku. Melepaskan cengkeraman Winter dan menghentikan gadis itu yang mengguncang-guncang tubuhku dengan kasar.

Keandra merengkuhku setelah berhasil merebut tubuhku dari kemarahan Winter. Narama diam saja melihat kejadian ini, ia tampak kebingungan.

Ingin kuucapkan maaf sekali lagi, namun hanya isakan tangisku yang keluar. “Narama, aku sungguh mencintaimu. Maafkan aku.” Kalimat itu hanya ada dalam hatiku.

###

Keandra membawaku pergi dari pusat pengobatan, menuju salah satu area persingkahan. Memilih ruang atas karena di malam hari ruang atas sepi. Ia memelukku yang masih terisak.

“Maaf, aku tidak tahu jika Winter akan datang. Aku tidak bermaksud membuatmu menangis. Aku hanya ingin kau menemui Narama sebelum ia dipindahkan.”

Aku masih teriak di dalam pelukan Keandra. Ia mengusap-usap kepalaku.

Setelah sedikit tenang aku mengendurkan pelukannya. Mengusap pipiku yang basah.

“Narama melupakan semua. Ia kehilangan ingatannya.” Rasanya perasaan sakit itu semakin sakit saat aku mengatakannya. Narama tidak mengingatku.

“Ia hanya kehilangan ingatannya saat berada di Fairy realm. Ia tidak kehilangan semua ingatannya.”

Fakta yang aku dengar dari Keandra semakin membuatku tidak rela. Itu berarti Narama tidak melupakan Winter, ia juga tidak melupakan Keandra. Ia hanya melupakanku.

Walau sebenarnya lebih baik seperti itu, karena itu artinya Narama tidak mengingat mengenai apa yang ia alami di danau lembah tak tersentuh, namun itu menyakitiku. Lebih baik ia mengingat kejadian itu dan menyalahkanku, daripada ia melupakanku seperti ini.

“Ini efek karena racun itu, atau karena hukum alam mengenai misi sebelumnya?” yang kumaksud adalah hukuman dari alam karena Narama menghapus ingatan Jason waktu itu.

“Hukum alam karena ia telah menghapus ingatan Jason. Aku sudah menanyakan ini dari healer yang menangani Narama.” Keandra takut-takut menyelipkan anak rambut ke belakang telingaku.

Aku memutuskan untuk duduk di tepi ruang persinggahan itu, menatap langit malam yang berawan. Menghembuskan nafas dengan berat. Masih ada sisa isak tangis yang keluar.

Semua sudah terjadi. Terlalu cepat dan mengejutkan. Perasaanku kini kosong.

“Mengenai ikatan benang darah, apa kau tidak ingin mencobanya?” Keandra duduk di sampingku.

“Aku sudah ingin melakukannya waktu itu, ketika pertama kali aku tahu jika Narama terkena racun. Tapi ia menolaknya. Sebelumnya Sophie juga menolak melakukan itu saat pasangannya menawarkan. Aku pernah berfikir dan memposisikan diri sebagai Sophie, sebagai penerima tetes darah. Dan memikirkan bagaimana jika suatu saat aku mati dan pasanganku akan ikut mati bersamaku. Rasanya aku tidak rela. Maka ketika Narama menolakku ketika aku ingin memberikan tetes darahku, aku mengerti apa yang ia rasakan saat itu. Jadi aku tidak memaksanya. Dan walau sekarang aku masih ingin melakukannya, itu tidak mudah, karena ratu Renata sudah memperingatiku dan sekarang aku sedang diawasi.” Terdengar suara lolongan serigala di kejauhan, samar. “Juga sepertinya, Narama dipindahkan juga karena para tetua takut jika aku akan melakukan hal itu.”

“Itu bukan alasan utama mengapa Narama dipindahkan.”

Aku mengangguk. Memang itu bukan alasan utama. Namun itu termasuk salah satu alasan.

Aku menatap wajah Keandra dari samping, yang kini sedang mengamati kupu-kupu bersinar di bawah sana.

“Lagipula, aku tidak sejahat itu. Aku masih memiliki perasaan. Aku tahu, memaksakan ikatan darah adalah tindakan egois.”

Lihat selengkapnya