Makan malam pun datang, seluruh keluarga sudah berkumpul kecuali Lyra. Gavin meminta kepala pelayan untuk memanggil Lyra.
"Nona Lyra?" panggil kepala pelayan.
Terlihat Lyra yang sedang duduk di balkon kamar seraya melihat ke arah langit malam. Membiarkan udara dingin masuk menerobos tubuhnya. Melihat Lyra diluar, kepala pelayan segera memasangkan selimut kecil pada Lyra. Lyra sedikit terkejut lalu kembali santai karena itu adalah kepala pelayan yang ia anggap pamannya sendiri.
"Nona… anda bisa sakit jika terkena angin malam, anda merindukan nyonya ya?" tanya kepala pelayan
Lyra mencoba tersenyum. "Iya paman, Lyra merindukan mommy, amat merindukannya" jawab Lyra dengan air mata yang menetes dari pelupuk mata.
Kepala pelayan mengusap air mata Lyra, ia telah mengenal putri majikannya sejak lahir. Dan mengetahui betapa sakitnya Lyra saat ini. "Nona, anda tidak perlu sedih, saat ini pasti nyonya tersenyum bangga karena melihat putrinya tumbuh cantik seperti ini"
Lyra kembali melihat kearah langit dimana bintang bertaburan dan bulan bersinar terang. "Pasti ayah memintaku turun, katakan padanya aku tidak lapar paman, aku lelah aku ingin istirahat"
"Baik nona" kepala pelayan hendak beranjak pergi namun kembali berbalik menatap nona mudanya. "Oh iya nona, orang yang masuk kekamar nona adalah den Damian, nyonya Vania yang memintanya" ujar kepala pelayan.
Lyra mengangguk, sorot matanya memancarkan rasa tak suka. Ia benar-benar membenci siapapun yang masuk ke kamarnya tanpa izin meski keluarganya sekalipun terkecuali kepala pelayan.
Kepala pelayan pergi dan pintu kembali terkunci. Lyra dengan tatapan kosong terdiam.
Mendengar laporan dari kepala pelayan, Gavin memijat kepala nya pelan. Putri satu-satunya bisa setidak peduli ini pada apapun. Kemana Lyra yang dulu berlari kesan kesini memanggilnya dan dengan senyum manis lalu juga protes yang selalu dilontarkan jika ia akan dijodohkan. Apakah dia lelah? tapi kali ini bukan pernikahan politik bisnis, melainkan pernikahan atas dasar kasih sayang orang tuanya.
"Tak apa Gavin, aku tahu Lyra hanya sedikit terkejut dengan ini. Lagipula biarkan mereka saling mengenal dulu. Untuk ikatan mereka bisa bertunangan, tentang menikah atau tidak kita lihat keputusan mereka nanti" ujar Darrius.
Meisie tersenyum. "Benar itu Gavin, ini bukan perjodohan bisnis tapi ini mengenai keluarga. Jika suatu saat mereka tidak ingin menikah yasudah, meski tidak menikah dan tidak menjadi menantu, Lyra tetap putriku. Sunny ku cahaya ku" tambah Meisie.
"Gadis menyedihkan, bagaimana bisa aku menikah dengannya? sifat dingin ketus begitu" ujar Damian dalam hati.
ஜ⭐ɪ'ᴍ sᴛɪʟʟ ɪ'ᴍ ʜᴇʀᴇ⭐✍
Selama dua jam ia merendam dirinya dalam bak mandi beraroma mawar itu, ia tau ini tidak baik untuknya karena sudah malam dan ia memilih berendam. Seraya mendengarkan musik instrumen pandangannya benar-benar kosong. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, namun situasi ini benar-benar melelahkan baginya.
Melihat kulitnya yang sudah berkerut ia memutuskan menyudahi acara berendamnya.
Bau mawar sangat melekat pada tubuhnya, ia tak menghidupkan lampu, hanya lilin aroma terapi yang ia hidupkan dan dinginnya ac merebak seluruh ruangan. Wajahnya tampak datar tak berekspresi apapun.
Duduk dilantai seraya menyandarkan tubuhnya ke ranjang berharap ada keajaiban.