"Baiklah sampai sini dulu pelajaran hari ini. Terimakasih atas perhatiannya, semoga ilmunya bermanfaat. Hati hati di jalan dan sampai jumpa!"
"Terimakasih, Ssaem. Sampai jumpa!"
Anak-anak mulai riuh setelah guru membubarkan kelas. Ada yang langsung pulang, ada yang mau sekadar kumpul eskstrakurikuler atau organisasi dulu. Ada juga yang mencoba hal baru dengan mampir ke perpustakaan daerah.
Lisa maksudnya.
"Sudah siap, Lis?" tanya Hanben menghampiri Lisa di mejanya.
Ros memicing, "Siap? Kalian mau ke mana?"
Oh iya Lisa lupa tidak memberi tahu Ros. Palingan juga dia akan langsung menuju tempat pemotretan. Biasa, model ber-job padat. Ya bisa dikatakan cukup padat untuk model seusianya dan seukuran kelasnya.
"Tidak ke mana-mana kok. Iya kan, Bin? Hanya mampir sebentar ke kedai es krim," Mata bulat Lisa menuntut ke-iyaan Hanben.
Hanben yang mengerti kode-kode Lisa pun mengikuti alur dramanya, "Ah, iya. Aku kalah taruhan jadi Lisa minta ditraktir."
Ros masih menatap mereka curiga, "Mana mungkin Lisa minta ditraktir!"
Aduh nyatanya Ros tahu kebiasaan Lisa yang satu ini, "A-aku ingin mengerjai Hanben saja. Biar tidak terus menantangku taruhan," jawab Lisa setelah memutar otak mencari jawaban yang kiranya masuk akal.
"Ta—
Drrtttt.
"Yak! Ros!
Aku sudah menunggu!
Cepatlah keluar!
Bip.
"Siapa, Ros?"
Ros menjejalkan bukunya kasar ke dalam tas, "Kak Alicha. Yasudah aku duluan ada pemotretan."
"Dadaa~"
"Aku masih belum percaya loh, Lis. Awas saja!" Ros memberi ultimatum.
Fiuh. Untuk saat ini masih aman. Biarlah Lisa mencari alasan besok bila diserbu interogasi Ros.
Hanben dan Lisa berjalan beriringan menuju parkiran. Tidak lupa, Hanben sudah membawakan satu helm lagi untuk Lisa. Lisa sengaja tidak membawa motor karena motornya bocor, bagaimana dia bisa mengendarainya kalau seperti itu? Jadi, Lisa diantar Eomma tadi pagi.
"Sudah?" tanya Hanben saat Lisa telah siap di jok belakang.
"Sudah," jawab Lisa polos.
"Turun!"
Ctak!
Pukul Lisa pada kepala Hanben yang rapat oleh helm. Habisnya usil sekali menjahili. Motor merah Hanben melaju dengan cepat memecah kerumunan tengah kota. Namanya saja perpustakaan daerah. Tentu tempatnya ada di pusat kota. Kurang dari 10 menit perjalanan menunggangi buroq berwujud motor Hanben.
Klek. Klek.
"Aish!" geram Lisa. Pengait helmnya sulit sekali dilepas! Lisa tidak mengada-ada sungguh!
"Begini saja tidak bisa," ejek Hanben melepas pengait helm Lisa.
"Kau sengaja, ya? Han sialan bin dasar!" Dengan tergesa Lisa berjalan meninggalkan Hanben di parkiran. Hanben ini jahil sekali.
Tunggu!
"Kenapa berhenti?" tanya Hanben saat mendapati Lisa berbalik di pintu masuk perpustakaan dan bergeming.
"Kau masuk duluan." Hanben masuk dengan Lisa yang mengekorinya. Lisa tidak pernah berkunjung ke sini sebelumnya. Makanya dia mengikuti Hanbin karena tidak cukup tahu apa saja yang harus dan tidak boleh dilakukan. Setelah menuliskan nama pada daftar kunjungan, segera saja Lisa menghambur pada rak dengan tulisan besar yang termpamang 'NOVEL'
"Lisa.. Lisa.. Mau membaca novel saja lari ke perpustakaan daerah. Di perpustakaan sekolah juga banyak."
Di sekolah memang banyak. Tapi aku tidak suka meminjam buku di sana karena jangka waktu peminjaman sangat singkat, satu minggu.
"Kau tidak mendengarkanku? Jahat sekali, Lis," ucap Hanben bernada merajuk.
"Hm."
Dan.. sifat jahil Hanbin kembali kambuh.
"Yak! Kembalikan bukunya aku sedang membacanya kau carilah buku yang lain."
"Sssuttt. Kalau mau bucin jangan di sini. Kelakuan anak SMA memang," kata salah seorang pengunjung yang nampak telah berusia.
Lisa mematung dibuatnya. Hanben yang usil tapi dia juga kena imbasnya. "Kau dengar kan???" gertak Lisa pada Hanben berbisik. Tak lupa sepasang matanya yang mendadak melebar dan kedua tangan yang mengepal ingin menonjok.
Hanben memborong novel-novel di rak acak dan menyeret Lisa pada sepasang bangku yang jauh dari pengunjung lain, "Aku dengar. Kau yang tidak mendengarkanku," gertak Hanben balik.
"Kau mengganguku." Lisa mengambil buku yang tadi dibacanya dan melanjutkan lagi acara membaca yang sempat terjeda. Sampai satu bab selesai dibaca, Hanben masih setia menemani dengan mulutnya yang sudah rapat dilakban. "Bin?"
"Mau pulang?" tanya Hanben.
Kasian. Muka Hanben sudah amat lecek menunggui Lisa membaca. Rasa bosan jelas memancar dari paras rupawannya. "Ya sudah kita pulang saja. Lagian sudah sore."