Setelah menunggu selama lebih dari seminggu penyeleksian, sore ini panitia akan memberitahu siapa-siapa saja yang karyanya masuk dalam peringkat 100 besar. Perlombaan ini diadakan nasional untuk semua kalangan. Jadi Lisa merasa sangat bangga saat melihat namanya tercatat di salah satu kursi peserta. Memang entah hanya berapa yang mengikuti perlombaan tapi rasa bangga mengalahkan segalanya. Lisa tidak perduli. Sekali lagi, pengalaman.
Saat ini, Lisa tengah menanti pengumuman 100 orang beruntung yang karyanya akan dimuat disalah satu buku yang katanya akan diterbitkan juga. Duh, dag dig dug sekali.
"Bin, pundakmu sudah siap?"
Hanben diam mencari maksud dari perkataan Lisa, "Oh, ya. Berapa lama pun kau menangis bahuku siap menjadi sandaranmu," jawabnya lantang. "Tapi, kenapa kau justru bersiap untuk kalah?"
Duk.
"Bukan mau menangis di pundakmu. Tapi mau kugigit pundakmu, aku sangat gugup." Setelah 'meminta izin' demikian Lisa langsung menggigit pundak Hanben. Tidak, lebih tepatnya lengan Hanben.
Hanben meringis saat gigi Lisa menancap di kulit sawo matangnya meski terhalang lengan kaos. Lisa jorok sekali ewh~ benar-benar tak tau malu. "Seriuosly, Lice?"
Lisa melepas gigitannya lalu menampar lengan Hanben itu, "Kalau tidak sudi bilang dari awal," sungutnya. Sudah gugup Hanben malah membuatnya makin tak karuan.
By the way, Lisa memang sedang menunggu pengumuman itu bersama Hanben di rumah. Penasaran katanya jadi Hanben datang ke rumah. Lagipula tak ada seorang pun di rumah sekarang kecuali Lisa.
"So sweet sekali. Tapi bisakah tidak bermesraan di RUANG TAMU rumahku?" sindir Mino yang baru pulang setelah menyelesaikan mata kuliahnya. Sepertinya Lisa melupakan makhluk yang satu itu.
"Minggir kau, Bang," balas Lisa.
Mino berlalu ke kamarnya cuek.
"Diam sedikit, Lis. Masih lima menit."
"Masih lima menit katamu? Lima menit, Bin, lima!"
Hanben menghembuskan napasnya kasar. Negara mereka terbiasa dengan jam karetnya. Pasti tak akan tepat lima menit lagi. Oh, tunggu saja. Hanben akan bertepuk tangan dengan keras jika tepat lima menit ke depan.
"Nonton apasih kalian? Tegang sekali," entah sejak kapan arwahnya Mino datang lagi ke bumi.
"Siapa juga yang sedang nonton," jawab Lisa.
"Lisa sedang menunggu pe— awh! Kdrt ini namanya, Lice! Tadi menggigit, menampar, lalu sekarang mencakar," protes Hanben. Mungkin Hanben akan menambahkan perlakuan Lisa tadi ke daftar hobi Lisa. Hobi yang dilakukan untuk kepuasan hati yang dilakukan di waktu lapang. Sayangnya menyiksa orang lain.
Mino yang ambigu bertanya, "Menggigit apa?"
"Lisa menggigit lenganku tadi. Lihat ini bekasnya tercetak jelas," Hanben menunjukkan lengannya pada Mino. Ada dua garis yang membekas.
"Memang eskulmu apasih, Lice? Brutal sekali."