"Curang, Lis! Tidak bisa! Jaehyon oppa itu suamiku kau dengan Cheetahpon saja!"
"Kau tidak hafal member tiap sub memang? Cheetah oppa itu grup Way."
"Persetan! Intinya Jaehyon oppa milikku!"
"Haha. Kau mudah tersulut kalau mengenai Jaehyon."
"Jelas saja! Suamiku itu!"
"Iya, tenang saja. Aku setia kepada Taehyong oppa."
"Cih."
Sudah menjadi tradisi berperang seperti ini ketika salah satu grup melakukan comeback Jangan salah. Ros ini juga salah satu virus yang menulari Lisa. Tolong di mana kalian bisa menemukan human yang terbebas dari virus semacam ini? Mungkin hanya satu baris dari beribu baris manusia di stadion.
"Lisa!", Hanben menyapa cerahnya.
"Eoh? Dari mana saja, Bin?"
"Mengeruk rezeki di ruang osis," candanya. "Oh iya. Kau sudah mendaftar lom-"
Tidak perlu sulit mengkode. Pupil mata Lisa yang melebar dirangsang cepat oleh Hanben. Sykurlah Hanben lekas memahami.
"Lom apa? Lompat?" timbrung June yang tadi asik membucin dengan Ros.
"Iya lompat. Biasa untuk persiapan sekolahku," jawab Lisa dibuat selemas mungkin.
"Ooh, baiklah. Aku sangat awam soal itu," terima Ros tanpa curiga.
Mereka kemudian kembali tenggelam dalam dunia masing-masing. Lisa dan Hanben memilih membicarakan project duet mereka yang belum sampai 50%. Niatnya akan dirampungkan nanti saat liburan saat waktu akan banyak luang. Juga pikiran yang fresh akan mempengaruhi kualitas suara. Kata Chano Lisa tidak mengarang.
"Lalu apakah kau ada waktu senggang menemaniku mengirimkan berkas pendaftaran?"
Hanben tidak berpikir panjang menjawabnya, "Kapan kiranya?"
Ah, iya. Jangan lupakan mereka yang bicaranya dengan nada berbisik saat ini, "Niatku lus-"
"Ekhem, ekhem."
"Apa nih bisik-bisik?" June menyela.
Ros menambahi, "Yang tahu tidak? Kalau kata anak merpati putih 'makin kecil suaranya, makin hangat bahan gosipnya' begitu."
Ish, menyesal Lisa mengenalkan aplikasi kuno itu pada Ros. Senjata makan tuan. Lisa dan Hanben yang tidak berminat meladeni beranjak dari kantin. Memang lebih baik mendiskusikan rahasia negara tanpa mata ke lima apalagi ke tujuh. "Jadi, kapan?"
Lisa tersadar akan topik, "Sebenarnya aku belum mengeditnya sama sekali. Masih mencicil isi suratnya. Bagaimana jika lusa?"
"Yah, Lis. Lusa aku di kafe. Setelah lusa"
"Boleh. Terimakasih, pak sopir."
"Tidak gratis, Nona penumpang."
Ya tentu. Prinsip Lisa takkan hanyut secepat itu. Kau tetap akan mendapat tip tersendiri nanti, Bin. Jangan cemas, "Haha. Ya tentu saja. Seratus dua ratus rupiah akan ku sisakan untukmu." Setelah mengatakan itu Lisa lari dikejar Hanben, diserang gelitikan yang bersusulan.
"Bin, ahaha... sudah, Bin. Malu dilihat ahaha... adik kelas," mohon Lisa pada pria berhidung bangir di sampingnya.
Sontak Hanben melepas gelitikannya. Mendapati para adik kelas yang menatap mereka datar.
"Dia yang pernah dibuat story oleh Kak Hanben."
"Cantik sih."
"Tapi sikapnya buruk. Tempramen katanya."
Bisikkan setan lirih dipendengaran Lisa.
***
"Kosakata yang hm... lumayan juga. Backgroundnya cukup manis. Semuanya sudah sesuai aturan kurasa. Hanya penulisan yang masih kukhawatirkan. Yaampun pengetahuan PUEBI ku cetek sekali sih. Semoga semuanya dengan kategori juri, huh."
Siap dengan suratnya, Lisa menyimpan dokumen itu lalu memindahkannya ke flashdisk dan hp. Berjaga-jaga kalau tiba-tiba hilang di leptopnya. Malam ini niatnya ia akan lembur merampungkan editing surat. Bukannya Lisa terlalu antusias sih, ya siapa tahu saja aku masuk nominasi. Lumayan satu juta. Baiklah lupakan sejenak masalah uang. Lisa butuh tak butuh bila di analisis lebih dalam. Lebih penting pengalaman yang akan diperolehnya nanti.
Meregangkan otot-otot yang terasa kaku, Lisa mematikan lampu kamar dan memasang alarm. Tak lupa menyetel musik penghantar tidur. "Esok akan menjadi hari yang menyenangkan, Lis."