Sejauh ini umur Lisa, menurut kalian dia sudah pernah berkencan? Tentu saja kalian sudah tau sendiri jawabannya. Tapi menghabiskan waktu seharian bersama bisa dikategorikan sebagai kencan?
Ahaha bercanda. Jogging tidak termasuk salah satunya kan? Jadi mereka memang benar-benar sekedar berlari bersama pagi ini. Betul begitu?
"Jadi... seberapa sering kau melakukan ini?" tanya Hanben mengawali. Dia sungguhan menemani Lisa jogging tapi dengan membawa sepeda gunungnya yang kemudian ditelantarkan begitu saja.
"Aku rutin melakukannya setiap minggu pagi. Kecuali ada alasan mendesak yang menjedanya," jawab Lisa. Mereka sudah dua kali memutari stadion olahraga ini dengan peluh yang mulai mengembun.
"Woah terdengar bagus," puji Hanben.
"Cih. Aku tau kau bahkan melakukan hal yang lebih dariku," kata Lisa.
Hanben menyernyit, "Apa?"
"Gym mungkin? Terlihat dari bisepmu yang mengembung sih."
Hanben terkekeh. Apanya yang lucu? "Kau memperhatikanku diam-diam, hm?"
Lisa sedikit gelagapan menyembunyikan keterjutannya atas dugaan atau lebih tepatnya tuduhan Hanben itu, "Hih salahkan kaos tanpa lenganmu itu. Lihatlah! Bahkan para gadis memandangmu liar."
"Mata mereka saja yang jelalatan. Tapi khusus untukmu, kau bebas menerkamnya sekalipun," goda Hanben.
Lalu dengan tanpa ragu Lisa menggigitnya seperti kemarin. Oh damn! Lisa terlupa ini di tempat umum. Sialan! Mati saja kau, Lis!
"Hey, nona penggigit jangan menghindar kau!" Sudah begitu Hanben malah meneriakkinya. Makin membuat malu saja.
Nyatanya langkah kaki Hanben sangat lebar, satu dua dia berlari berhasil menyusul, "Tidak usah malu, hm? Kau bahkan kupersilakan menggigit bisepku di bagian perut bagaimana?"
Ctas!
Lisa menoyor kepala Hanben. Seandainya Hanben ini nyamuk maka tak segan dia penggal kepalanya. Sayangnya Hanben lebih terlihat seperti manusia meski sempat dikiranya alien temannya adudu.
***
Sejam memutari stadion mereka beristirahat melemaskan otot kaki. Ternyata mengobrol tidak membuat letih teralihkan.
"Hanben... kau tidak lapar?"
"Kenapa? Mau makan?"
Lisa mengangguk malu. Asap bara yang mengepul menyeruakkan aroma daging yang tengah disate. Sangat menggelitik.
"Tapi aku lupa mengantongi uang," cicitnya melanjutkan.
"Kalau begitu bagaimana kita bisa sarapan jika tidak ada yang membawa uang?" Hanben meruntuhkan ekspetasi Lisa ditraktir olehnya. "Ututu jangan cemberut seperti itu kau jadi makin menggemaskan. Akan ku pesakan!"
Sial. Ternyata Hanben hanya mengerjai. Mana muka Lisa sudah seperti busung lapar memelas. Tidak menunggu lama Hanben kembali dengan membawa- tiga porsi?! Untuk siapa satu?
"Apa kau menghitung dirimu dua kali, Bin?" Tanya Lisa heran pasalnya mereka hanya berdua saja.
"Tidak. Justru aku yang mengitungmu dua karena lemakmu masih bisa dibagi menjadi dua!"
Lisa tidak marah malah dengan senyum merekah menimpali, "Begitu? Tak apa aku senang kau memahami porsi makanku."
Balasan sakrartis Lisa membuat Hanben tergagap. Tidak akan sesuai rencanamu, Bin, "A-aku bukan mak- argh! Maaf, Lis. Jangan baper dong."
Lisa hanya mengangguk. Tapi kali ini memang dia tidak memperdulikannya, "Terimakasih untuk gratisannya! Ini sangat enak terlebih dengan dua.porsinya." kata Lisa dengan penekanan di akhir kalimat.