· Tahun 2007 [ SMAN 8 Jakarta }
Hiruk pikuk suasana sekolah semakin ramai lantaran ini adalah minggu terakhir kami berseragam putih abu-abu , aku dan arsyil berjalan menuju ruang OSIS disana sudah banyak beberapa anak-anak dari berbagai kelas , heru yang membagikan nametag dan mengumpulkan beberapa lembar kertas tertuliskan jadwal PENSI tahun 2007 .
Arsyil selaku ketua OSIS dan didampingi oleh Heru anak kelas 1 yang sebentar lagi menjabat sebagai ketua OSIS , heru terpilih karena visi dan misi yang hampir sama dengan arsyil , entah saat pemilihan ketum Osis berguru dengan arsyil atau tidak makanya bisa menang voting .
Selama diruang Osis kami semua menyimak pidato singkat arsyil , aku yang duduk disamping kevin dan anita sahabatku dan arsyil sejak masuk SD dan SMP mungkin lantaran jarak rumah kami tidak bergitu jauh satu komplek namun beda blok saja.
Sebagai sekertaris osis aku harus siap menulis dengan cepat walaupun tulisanku sudah mulai acak kadul , mungkin hanya aku yang bisa membacanya , kami semua keluar ruangan dan mulai mendiskusikan apa saja yang diperlukan saat PENSI tiba .
Kevin dan arsyil yang sibuk mendekor panggung PENSI agar PENSI tahun ini berkesan istimewa untuk kami semua para anggota Osis angkatan 2005-2007 , hari semakin petang perutku yang mulai lapar dan menunggu arsyil didepan gerbang sekolah.
“Mbok , tolong ambilkan garam mbok , sepertinya kurang gurih deh ?” ujar wanita setengah tua berparas cantik
Mbok darmi dan anaknya merapikan beberapa piring makan , mereka adalah asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja dikeluarga iskandar Djuarto , mang tok yang sibuk menyiram dan merapikan beberapa tanaman bongsai dan tanaman apotik hidup milik nyonya iskandar.
Beberapa foto keluarga terpajang rapi di setiap sudut dinding rumah dan meja panjang diruang tamu , rumah yang bergaya modern ini banyak dilengkapi beberapa vas bunga , foto keempat anaknya terpajang besar di ruang tamu utama , sang suami adalah seorang dokter yang juga sibuk mengurusi pekerjaan tambahannya di RS Endjuarto Medical yang sudah berdiri sejak tahun 1980an .
Rumah sakit yang kini menjadi rumah sakit terbesar ketiga di jakarta , menjabat sebagai presdir utama di RS membuatnya leluasa mengatur jadwalnya sendiri , karena baginya kedua anaknya yang masih tinggal bersamanya adalah proritas utama.
Iskaq selaku anak tertua setia menemani sang ayah dalam membantu mengurus beberapa keperluan rumah sakit maka tidak heran jika dirinya menjabat sebagai wakil presdir rumah sakit namun bedanya tidak akan mengurus pasien karena iskaq tidak ingin menjadi dokter entah phobia dengan darah atau karena malas karena pendidikan dokter yang panjang sedangkan Dwi anak keduanya memilih untuk bekerja di bagian personalia .
Rumah yang berdiri sudah cukup lama dan terletak dikawasan pondok indah ini memiliki beberapa ruangan penting , seperti ruangan olahraga mini dan berbagai ruangan penting lainnya , tidak heran jika kedua anaknya betah berlama-lama dirumah karena semua fasilitas memang sudah lengkap disini.
Wanita cantik yang menyambut suaminya pulang dan memberikan kecupan sayang menuju atas , suara dering ponsel berbunyi dari tas sang suaminya, “ hallo “ sahutnya dengan suara lembut
“ lagi mandi , nanti telpon lagi 10 menit rubi” ujar ibu sambil meletakkan ponsel bapak.
“ siapa “ tanya bapak
“ rubi , kusuruh telpon 10 menit lagi”
Sang istri yang berjalan cepat langsung mengandeng suaminya dan turun kebawah , “ kalian pasti membicarakan tentang perusahaan farmasi ya yang ada di bandung , bagaimana keadaannya?” ujar ibu
Iskandar adalah satu-satunya pria paling beruntung didunia itu menurutnya karena bisa menikahi lulu , wanita yang sudah lama dipacarinya kini menjadi istrinya , anak pertama dan kedua mereka kini sudah menikah dan memiliki rumah masing-masing sedangkan yang masih tinggal dengan mereka adalah anak ketiga dan keempat.
Sepanjang jalan menuju rumah aku sibuk mendengarkan musik diponselku , ponsel keluaran terbaru yang bapak belikan karena aku mendapatkan nilai terbaik di sekolah sambil sesekali melihat beberapa universitas terbaik di jakarta , ibu yang melihat jam antik besar dan sesekali melihat kearah pintu rumah “ lama sekali sih ?” ujarnya
“ macet kali , tunggu saja nanti juga datang ?”
Ibu yang melihat suaminya dan wajahnya sedikit lebih serius kearahnya “ perusahaan farmasi bagaimana kabarnya ?” tanya ibu
Mendengar pertanyaan istrinya bapak langsung menaruh koran diatas meja “baik”
“terus “ wajahnya semakin penasaran
“ bahkan semakin pesat “
Memukul pundak suaminya dengan lembut “ kamu itu kalau jawab jangan setengah-setengah bikin aku penasaran saja ?”
“ aku harus jawab bagaimana biar kamu puas ?”
“ ya terus bagimana ?”
Bapak hanya bisa tersenyum melihat tingkah istrinya yang semakin penasaran dengan perusahaan farmasi , “ sejak dipegang oleh ....” bapak menghentikan pembicaraannya
“ ibu bapak ?” teriakku
Ibu yang mendengarnya langsung mencubitku “ kamu itu kalau masuk ucapkan salam dulu , emang hutan apa teriak-teriak ?” sambil mencium pipiku
“ ada apa dengan anak itu , pulang bukannya langsung kesini malah naek keatas “ melihat anak ketiganya yang terlihat mulai cuek dengan situasi yang sering dilihatnya
“entah ?” jawabku
“ bersih-bersih sana lalu turun makan siang ajak kakakmu juga ?” ujar ibu
Aku yang berlari menuju atas dan langsung berhenti sejenak dikamar yang berhadapan dengan pintu kamarku , ya kamarku dan kamar kakak ketigaku memang berhadapan hanya dibatasi oleh kamar mandi saja .
Suara musik slow terdengar sampai luar kamar membuatku sedikit penasaran dan membuka pintu kamarnya yang kosong , “kemana orangnya ?”
Aku yang membalikkan badanku dan kaget arsyil berada dibelakangku “ kegetin aja ?” sambil cengar cengir
“ngapain disitu , sana “ mendorong kearah pintu kamarku
Aku yang rebahan tanpa menganti pakaianku melihat kearah langit atap “ aneh , akhir-akhir ini arsyil melow banget mungkin lagi jatuh cinta “ ujarku sambil memeluk guling dan menutup mataku karena ngantuk.
Arsyil yang mengetuk kamarku tidak ada jawaban sama sekali dan memberanikan membuka pintu kamar , “ dia malah tidur ?” ujarnya menghampiriku di tempat tidur
Mengelus rambutku “ aira “ bathinnya
Arsyil yang turun kebawah dan menyendok beberapa lauk pauk kesukaannya , “mana adikmu ?” tanya ibu
Sambil mengunyah makanan “ tidur “ sahutnya
“ tidur , belum makan itu anak nanti sakit lagi ?” keluh ibu
“ sudahlah nanti juga bangun sendiri , biarkan saja mungkin lelah ?” sambil melihat kearah arsyil yang asik makan
Ibu dan bapak melanjutkan obrolannya yang sempat tertunda , “ tadi kita sampai mana pak ?”
“ sampai mana , bapak lupa ?”
Ibu yang mendengar ucapan bapak langsung berdiri dan menghampiri arsyil yang lagi makan di meja makan , “ sudah dipikirkan mau masuk universitas mana ?” tanya ibu
“ ngak tahu ?” wajahnya sedikit mulai cuek
“ kalau ditanya itu serius sedikit , masa kalah sama aira kalau ditanya langsung to the point , ngak kasih jawaban yang aneh-aneh?”
Arsyil yang seolah marah menghentikan makannya dan berjalan keatas , “aira aira aira , selalu aira “ bathinnya mulai kesal
Hari semakin sore aku yang melihat jam dikamar yang menunjukkan pukul 5 sore berlari kebawah menghampiri ibu dan bapak yang asik menonton tv , “ ibu aira lapar “ sambil manyun kearah ibu dan bapak
Bapak yang melihat putrinya manyun hanya bisa tertawa dan melihat kembali kearah tv .
“salah sendiri kenapa tidur “ ibu menjewerku
“kebiasaan ngak langsung ganti baju , mentang-mentang mau lulus , masih pake baju ini aja “ ledek ibu
Aku berlari kekamarku dan berhenti didepan kamar arsyil terdengar suara alunan gitar mengiringi nada musik di laptop milik arsyil, aku membuka pintu kamar arsyil dan duduk membelakangi arsyil lalu terdiam menikmati arsyil yang sedang memainkan gitar kesayangannya .
Arsyil yang melihatku duduk terdiam dan berhenti memainkan gitarnya , “kok berhenti” ujarku
Arsyil yang enggan memperdulikanku karena masih kesal dengan ucapan ibu yang tadi dimeja makan , “arsyil , kenapa berhenti” ngerengek seperti anak kecil kearah wajah arsyil
“kalau masuk kamar orang ketok dulu “ ujarnya sedikit marah
Aku yang mendengarnya sedikit kaget dengan perubahan arsyil , “ biasanya juga masuk aja , kenapa sekarang dimarahin?” sambil manyun