I NEED YOU: The Dark Side of Teenagers

Alviona Himayatunisa
Chapter #3

INY:DST of 3

Mereka saling bungkam, tidak ada obrolan atau percakapan absurd yang biasa Adora lontarkan jika mereka bersama. Merasa Lessin diabaikan oleh putrinya sendiri, dengan insiatif, Ranum menyiapkan sarapan untuk laki laki kalem itu sesekali mengajaknya bicara. Adora tidak acuh, sibuk bermain ponsel. Lebih tepatnya sedang men-stalk instagram Bayu.

“Rencana setelah lulus sekolah, kamu mau kuliah di mana?” Aryan –ayah Adora- bertanya.

Sebelum menjawab, Lessin mencuri pandang ke arah Adora, ingin tau reaksi seperti apa yang sahabatnya berikan setelah ia menjawab pertanyaan Aryan. Sayangnya, Adora masih setia dengan kediamannya. Lessin mengulum senyum. “Kalau tidak ada kendala, aku akan lanjut di Inggris, om.” Adora berhenti men-scroll layar ponsel, wajahnya datar dengan tatapan mata kosong tanpa mendongak untuk mencari tau lebih. Ekspresi yang Lessin tunggu tunggu, setidaknya meski Adora sedang marah –tanpa ada sebab- kepadanya, Lessin masih mendapatkan ruang tertinggi di hati Adora.

“Aku udah dapet surat rekomendasi dari sekolah kalau aku layak dapetin beasiswa di RCM. Jadi musisi yang bisa menginspirasi semua orang, memang cita cita yang aku inginkan sejak dulu.” Lessin menyendok udang goreng lalu meletakannya di piring Adora.

“Makasih,” sahut Adora jutek.

“Sama sama.”

“Hebat banget dong kamu, udah ngerancanain masa depan. Tante kira bakal jadi penerus Liam, secara gitu, siapa sih yang gak kenal Papahmu.” Ranum ikut menimpali.

“Itu pun kalau tidak ada kendala Tan, Ayah butuh penerus kepemimpinan baru di perusahaannya, kalau Ayah gak kasih izin, aku gak bisa nolak,” jawab Lessin.

Ranum dan Aryan menatap Lessin penuh binar kagum. Sejak kecil, Lessin memang anak baik yang tidak banyak gaya. Penurut, dan cepat tanggap akan situasi. Saat mamahnya meninggal saja, Lessin langsung paham, kalau ia tidak akan bisa betemu Angel untuk waktu yang sangat lama. Lessin kecil, hanya menangis dan mengurung diri di kamar selama dua hari, setelah itu kembali ceria seperti anak kebanyakan.

“Kamu gimana Adora? Udah sampai mana target masa depan kamu? Jangan hanyut sama dunia kamu sendiri yang suatu saat akan merugikan.” Ralin memberi kode suaminya untuk tidak menyinggung perasaan Adora. Sejak kemarin, mood Adora tidak bisa diprediksi.

“Papah bener loh Mah, ngasih arahan ke Adora supaya berhenti main main dan menghayal jadi kartunis. Gambar bulan sabit aja masih belum sempurna, dia itu cuma hobbi coret coret gak jelas. Bersahabat sama Lessin sebelas tahun, seharusnya ada sesuatu yang bisa kamu ambil dari dia," jelas Aryan kembali memakan sarapannya yang sempat tertunda.

Mereka juga sama, bikin anak tapi tidak becus mendidiknya dengan benar. Adora menggeram tertahan, sebisa mungkin tidak meluapkan emosinya. Lessin menepuk pelan paha Adora, mengisyaratkan sahabatnya untuk tidak ambil hati ucapan Aryan. Meski itu orang tua Adora sendiri, ada ketidakrelaan yang bersumbat di hati Lessin saat Adora diremehkan seperti tadi.

“Gak usah grepe grepe loe, sialan,” ucap Adora pelan nyaris lirih.

Dirasa kenyang, ia bangkit menenteng ransel di sebelah pundak. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Adora meninggalkan ruang makan. Aryan mengusap wajah, frustrasi dengan sikap anaknya yang belum dewasa sama sekali, sedangkan Lessin bergegas menyusul Adora setelah berpamitan.

“Pah, bisa gak sekali aja jangan mojokin keinginan Adora?” tanya Ranum tegas lalu membereskan meja makan karena anak anaknya sudah pergi.

***

Laki laki buaya itu … mereka yang diam diam menyelundupkan coklat di kolong meja dengan surat tertulis ‘just for you’, padahal isi whatsappnya tidak kalah ramai layaknya anggota asrama putri. Adora tanpa ragu, mengumpulkan tumpukan hadiah yang ada di loker dan meja kelasnya ke dalam satu wadah kemudian membuangnya.

Sebagian teman temannya memekik tidak rela melihat banyak sekali hadiah hadiah kekinian yang Adora lempar ke tempat sampah.

Pandangan Lessin tidak luput dari semua perlakuan Adora yang mulai moody.

“Kenapa masih ada di sini?” tanya Adora ketus mendapatkan Lessin berdiri di depan kelasnya. Lihat! Gara gara Lessin yang sok cool begini membuat seisi kelas ambil siaga satu untuk mulai sesi pergibahan.

“Salah aku apa sama kamu, Adora? Kenapa dari kemarin telepon, chat gak kamu respon? Terus kamu juga marah marah gak jelas gini,” jelas Lessin menatap Adora intens tapi tidak meninggalkan kesan lembut yang sukses membuat orang orang di dalam sana menjerit tertahan.

Sumpah, kuat sekali Adora menjadi sahabat Lessin yang boyfriend material.

Benar, Lessin memang tidak mengetahui fakta kalau Adora sempat menguping sayembara biadab di kelas dua belas yang diadakan olehnya. Yang Lessin tau, Adora marah karena salah satu disordernya kambuh.

Memang, Adora percayakan semua masalah hidupnya kepada Lessin.

“Bukannya loe udah tau kalau gua itu ngidap bipolar, jadi kalau gua marah marah gak jelas gini, seharusnya wajar. Toh orang orang bipolar kebanyakan, gak perlu alasan buat luapin emosinya.”

“Adora!” Hampir saja Lessin membentak perempuan yang kini terengah engah dengan wajah memerah. Ia tidak yakin kalau keadaan Adora sekarang tidak terpicu alasan, “mau ikut aku ke ruang seni? Kamu bisa ngelukis dan aku main musik, kita tenangin dulu emosi kamu, oke?” bujuk Lessin sabar meraih pergelangan tangan Adora.

“Gak perlu, bener kata bokap, gak seharusnya gua sia siain masa muda sama kerjaan yang gak guna. Toh bikin lingkaran aja masih mencong mencong. Kalau loe mau ke sana, silahkan! Gua mau belajar, supaya bokap nyokap gak mandang anaknya sebelah mata lagi,” ucap Adora meninggalkan Lessin.

“Tolong kasih tau kalau aku punya salah sama kamu,” pinta Lessin saat Adora hendak masuk.

Kalau saja Lessin tidak seenaknya, Adora akan baik baik saja. Atas dasar apa dia mencarikannya pacar sedangkan dirinya sama sekali tidak membutuhkan peran itu? Semua perhatian dari Lessin saja sepertinya sudah cukup, melihat teman satu kelasnya pacaran saja rasanya Adora geli dan muak, bagaimana mereka tidak tau malu saling menebar cinta berlebih, bertengkar karena hal sepele dan akhirnya galau karena patah hati. Sungguh, pacaran tidak terselip di list keinginannya.

Apa kabar hubungannya dengan Lessin? Mereka juga bucin satu sama lain.

Melihat Adora menundukan kepalanya semakin dalam, Lessin maju sedikit berniat merangkulnya.

“Balik sana ke kelas! Bentar lagi bel, gua juga masih ada tugas yang belum sempet gua kerjain,” titah Adora melepas rangkulan Lessin serta menyorot garang pada sahabatnya yang linglung tidak paham akan kemarahan Adora.

“Tugas apa? Aku yang kerjain.”

“Gak usah! Otak gua masih berfungsi.”

Tidak sengaja netranya menangkap sosok tinggi tegap sedang digandrungi oleh siswa siswi yang berusaha mengejarnya ke mana pun dia pergi, mereka menjerit histeris, masing masing tangannya menenteng buku karya Bayu Febrian dan berteriak minta tanda tangan. Lessin mengerutkan alis saat melihat senyum cantik Adora mengembang leluasa. Bad mood  yang sempat mampir seketika lenyap dengan menyorot antusias kerumunan di ujung sana.

Lihat selengkapnya