Kara mengamati Devano yang sedang berlatih beladiri di taman belakang dekat kolam renang. Sesuai jadwal yang sudah dicatatnya, hari itu hari Rabu, jadwal bos barunya berlatih beladiri. Pelatih khusus sengaja didatangkan untuk melatih Devano yang tidak bisa melihat. Kara memperhatikan dengan serius dari seberang kolam renang. Ini merupakan hari pertama baginya bekerja sebagai asisten Devano. Dan untuk sementara ia hanya akan mengamati apa yang biasa dilakukan Bimo.
Tiba-tiba Kara teringat saat masih bekerja di Coffee Inch. Dirinya merindukan saat bersama teman-temannya, moment yang dilewati, seperti di kala itu ….
Pernah pada suatu hari, Kara datang terlambat karena motornya mogok. Sesampainya di kafe tempatnya bekerja, ia disambut dengan tatapan dingin Ranena, seniornya, yang sedang sibuk hilir mudik mengantarkan pesanan minuman ke meja pelanggan. Ranena terlihat menggerutu -walaupun tidak terdengar- karena melihat Kara datang terlambat padahal ia seharusnya sudah tiba dari jam delapan pagi.
Keringat yang membasahi ujung dahi dan membuat rambutnya lepek tidak dihiraukan oleh Kara. Setelah membuka jaket, menaruh tas di loker, dan membereskan rambut sekenanya, dengan secepat kilat Kara menuju meja bar dan bergabung dengan Raka untuk melayani pesanan pelanggan.
Hari itu adalah hari yang tidak seharusnya ada yang datang terlambat. Periode promo baru dimulai di tanggal tersebut dan karena kopi ‘Coffee Inch’ memang terkenal banyak peminatnya, sudah sesuai prediksi kafe akan ramai pembeli.
“Loe handle pesenan online aja, Kar!” sahut Raka sambil meracik kopi pesanan. Ia melirik ke gadis sebelahnya itu dan terheran melihatnya basah kuyup padahal hari masih pagi. Raka ingin bertanya tapi ditunda niatnya karena pembeli berikutnya sudah datang memesan.
Kara mengangguk cepat dan langsung meraih tablet. Melihat pesanan-pesanan yang masuk via aplikasi dan mulai menyiapkannya satu per satu dengan kecepatan maksimalnya. Ia tidak boleh membiarkan ojek-ojek online semakin mengerumun menunggu. Itu tidak baik baginya.
Kara menghela napas panjang. Setelah tiga jam bergelut dengan racikan kopi dan pelanggan yang terus menerus berdatangan, akhirnya ia sempat juga untuk istirahat. Gadis berambut panjang sebahu itu melonjorkan kakinya di balkon lantai tiga -tempat para karyawan biasa beristirahat- sambil meneguk air mineral botol sampai habis.
“Haus, Bu?” Celetukan ringan datang dari Raka yang baru saja datang. Ia pun mengambil posisi di samping Kara. “Loe nggak makan?” tanyanya lagi.
“Udah ilang laper gue,” sahut Kara. “Hari ini bener-bener deh! Ampuuuun ….” Dia menyandarkan kepalanya di salah satu tangannya dan mulai bercerita tentang harinya.
Bagaimana awalnya terlambat karena motor tuanya tiba-tiba mogok lalu ia harus mendorong sejauh 1 KM sampai tiba di bengkel terdekat, pesan ojek online tapi tidak berhasil, sampai ia harus berlari hingga hampir membuat gerobak tukang es kopi terbalik.
Raka yang dengan serius mendengarkan sesekali tertawa dan di waktu yang lain menepuk pundak Kara sambil berkata, “Sabar ya, Bu ….”
Fani yang baru datang sebelum memulai shiftnya ikut bergabung sambil membawa nasi bungkus dan beberapa cemilan. “Ade apa nih, serius bet keliatannya?” tanyanya kemudian. Tanpa menunggu jawaban dari pertanyaannya, ia langsung membuka nasi bungkus yang dibawanya dan menyodorkan cemilan kepada kedua temannya.
Kara menaruh kembali biskuit yang disodorkan Fani tadi. Hasrat laparnya yang sedari tadi hilang justru tiba-tiba muncul saat melihat Fani dengan lahapnya memakan nasi padang rendang dan perkedel dilengkapi dengan daun singkong dan sayur nangkanya yang khas. Tanpa diajak, Kara sudah ikutan menyomot nasi dicampur rendang dan ikut makan bersama sampai habis.
“Tadi katanya loe nggak laper!” Raka berkata saat melihat kedua temannya menghabiskan nasi bungkus.
Kara hanya menjawab dengan tersenyum lebar. “Eh, Fan, besok giliran gue deh yang bawa makan! Entar kita makan bareng lagi kaya gini ya,” ucapnya pada Fani.