Roda-roda kecil itu menggelinding di atas sebuah lantai marmer. Aneta menggeret kopernya memasuki rumah dengan sisa-sisa tenaga yang ada karena terlalu lelah selama perjalanan. Saat ia di ruang keluarga, ia melihat Mama, Papa dan Sofi tengah duduk di sana. Tidak ketinggalan, Mimi tengah berdiri di antara mereka.
"Loh Fi, kok ke sini nggak bilang-bilang?" ucap Aneta yang baru saja muncul sambil menghampiri mereka.
Mendengar suara Aneta, mereka semua langsung bangun dari duduknya. Mereka menatap Aneta dengan raut wajah sendu yang membuatnya menjadi sedikit bingung.
"Ada apa sih?" tanyanya heran melihat kelakuan keluarga dan sahabatnya.
Papa menarik nafas panjang. "Aneta, kami semua sudah berunding dan sudah memutuskan."
"Memutuskan apa?" tanyanya semakin bingung dan sedikit takut melihat raut wajah mereka.
"Ini demi kebaikan Kamu sayang." ucap Mama.
"Jadi kami fikir, kami harus memberitahukan yang sebenarnya terjadi." tambah Sofi.
Aneta memperhatikan wajah mereka satu per satu, mereka sangat terlihat serius. Ia pun menjadi sedikit khawatir dengan apa yang ingin mereka sampaikan. Ia melihat ke arah Mimi, Mimi hanya memasang wajah sedih dan bingung.
"Begini Aneta, kamu harus sadar bahwa sebenarnya Dimas itu telah tiada." ucap Papa sedikit tegas.
"Maksud Papa?" tanyanya tidak mengerti ucapannya.
"Dimas sudah meninggal sayang." tambah Mama dengan mata berkaca-kaca sedikit khawatir dengan apa yang ia ucapkan.
"Kalian ngomong apa sih? Jangan bencada lah!" ucap Aneta sedikit kesal, lalu melangkah pergi melewati mereka untuk menuju kamarnya.
"Kecelakan mobil." ucap Sofi. Mendengar hal itu Aneta menghentikan langkahnya. "Dimas mengalami kecelakan Mobil akhir tahun kemarin."
Aneta membalikan badan menatap ke arah Sofi. "Lo ngomong apa sih Fi? Jelas-jelas dari kemarin gue bersama Dimas, dari kemarin juga gue bisa ngeliat dan nyentuh Dimas."
"Lo bisa ngeliat mahluk halus kan Net?" tanya Mimi menegaskan.
"Sebagian ingatan lo hilang Net. Apa lo lupa? setelah Dimas pergi, lo terus-terusan mencoba bunuh diri. Lo liat aja pergelangan tangan lo!" ucap Sofi berusaha tegar dengan air mata yang sedikit demi sedikit membasahi wajahnya.
Perlahan Aneta melihat ke arah tangannya. Ia membelalakan mata saat melihat bekas luka sayatan di pergelangan tangan kirinya. Selama ini ia sama sekali tidak menyadari hal itu.
"Lo juga mencoba bunuh diri dengan terjun ke dalam laut, tempat Dimas mengalami kecelakan."