Setelah cahaya itu menolongnya. Naomi pun tidak menampakan diri dan tidak mengganggu hidup Aneta lagi. Kehidupannya ia jalani seperti biasa, hingga tiba lah hari-hari yang ia tunggu, yaitu hari kelulusannya.
Semua murid bersorak gembira di tengah lapangan sekolah sambil saling mencorat-coret seragam dengan kata-kata mutiara.
"Kamu nggak mau nulis apa gitu di seragam aku?" tanya Aneta kepada Dimas saat dalam perjalanan pulang ke rumah.
"Hm... mana sini pulpennya!"
Aneta mendekatkan tubuh bagian depannya kearah Dimas. Sedikit bingung ia memilah-milih tempat untuknya menulis, karena seragam Aneta yang sudah sangat penuh dengan tulisan dan coretan.
'Selalu ada dihatiku'
"Udah? Gitu doang?" tanya Aneta heran. Dimas hanya menganggukan kepala. "Ih... singkat, padat dan jelas banget sih yank. Aku pikir kamu bakal nulis puisi" ucapnya sedikit kesal dengan bibir dimanyunkan.
"Aku kan nggak jago ngegombal, apalagi bikin puisi"
"Hm... ya udah. Ngomong-ngomong kamu udah siapin buat besok?"
"Besok?" tanyanya bingung.
"Iya besok. Jangan bilang kamu lupa dan belum beli tiket!" ucap Aneta dengan tatapan tajam.
"Aku nggak lupa yank, aku juga udah beli tiket, tapi buat hari ini"
Mendengar hal itu, Aneta menghentikan langkahnya sambil menghentakan kakinya karena kesal
"Kok hari ini sih yank?"
"Kan kamu bilang setelah acara kelulusan kamu, pilih pesawat yang jan 8 malam"
"Kamu gimana sih? Ya nggak aku lulus langsung cabut juga kali yank"
"Ya kamu nggak jelasin kalau besoknya"
"Kok kamu jadi nyalahin aku?" ucapnya sewot. "Kamu kan juga nggak nanya-nanya"
"Ya udah, maaf! maaf!" ucapnya sambil tersenyum lebar, berharap Aneta tidak marah-marah lagi.
"Ya udah lah, mau gimana lagi" ucap Aneta sambil kembali berjalan. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya lagi. "Kita kan empat hari disana, jangan bilang empat hari yang kamu pikir terhitung dari hari ini?" tanyanya dengan mengancam.
"Nggak kok, kan kamu bilang ingin pulangnya hari minggu"