"Tidak... tidak... tidaakk..." teriak Aneta sambil menutup telinga.
Dengan cepat Sofi menghampirinya. "Net, kita semua sayang sama lo. Kita nggak mau kalau lo kayak gini terus." ucapnya sambil memeluknya.
"Nggak! Yang kalian ucapkan itu nggak benar. Dimas masih hidup." ucap Aneta melepaskan pelukan Sofi lalu berlari keluar.
"Aneta!" panggil mereka serempak.
Saat di depan pintu rumah, Mimi muncul tiba-tiba dan menghadangnya. Aneta pun menghentikan langkahnya. "Gue tau mungkin lo nggak percaya, tetapi semua jawabannya bisa lo temukan di atap sekolah lo. Dimas menunggu lo disana."
Aneta berlari sekuat tenaga dengan air mata yang terus ia hapus dari wajahnya. Ia berlari sambil memikirkan kata-kata Mama, Papa, Sofi dan Mimi. Mengingat kembali semuanya, tetapi ia masih tidak yakin karena semua yang ia lalu bersama Dimas terasa nyata.
"Dimas... Dimas... Dimas..." ucapnya terus menerus tanpa henti.
Dengan tenaga yang tersisa, ia paksakan menaiki ratusan anak tangga untuk sampai ke atap sekolah. Setelah sampai dan pintu di buka, ia melihat Dimas tengah berdiri disana.
"Dimas!" ucap Aneta lalu menghampirinya dan memeluknya dengan erat. "Semua yang mereka katakan itu nggak benar kan?"
Dimas menatap sendu ke arahnya "Maafkan aku Aneta! Semua yang mereka katakan itu benar."
Aneta melepaskan pelukannya, manatap mata Dimas dalam-dalam dengan mata berkaca-kaca.
"Nggak mungkin, aku masih bisa menyentuh kamu, melihat kamu, makan dan pergi bersama kamu. Apa itu cuma sebuah halusinasi?"
"Aku memang ada bersama mu, di hadapan kamu, tetapi aku tidak melakukan apa yang kamu lihat. Kamu melihat, hanya yang ingin kau lihat. Kamu juga tidak peduli dan tidak menyadari, saat kamu bersama aku, orang-orang di sekitar kita melihat dengan wajah aneh dan bingung, karena yang mereka lihat cuma kamu seorang diri."
"Lalu apa yang akan terjadi setelah ini?" tanyanya dengan air mata yang mulai mengalir kembali.
"Aku masih berada di dunia ini karena janji yang kita buat sebelum aku meninggal. Jadi aku belum bisa pergi sebelum bisa memenuhi semua janji itu."
"Tapi kita sudah lakukan semua yang ada di janji itu. Jadi sekarang kamu akan pergi?" Dimas tersenyum sambil menganggukan kepala. "Kenapa kamu memenuhi janji itu? Kamu benar-benar ingin pergi ninggalin aku lagi?" ucapnya kesal sambil memukul-mukul Dimas.
Dengan sabar, Dimas menahan ke dua tangannya, lalu mendekatkan wajahnya dan mencium bibirnya dengan lembut. Sentuhan bibir Dimas pun masih terasa sangat nyata, walaupun Aneta sudah mengetahui mereka hidup di alam yang berbeda.
"Ini yang terbaik buat kamu. Agar kamu bisa melanjutkan hidup." ucap Dimas dengan mata berkaca-kaca.
"Gimana aku bisa hidup kalau nggak ada kamu Dimas? Aku nggak bisa hidup tanpa kamu." rengeknya sedikit berteriak.
"Kamu pasti bisa. Walau aku tak disisi mu lagi. Aku tetap akan ada selalu di hatimu." ucap Dimas sambil menyentuh dada Aneta. "Kamu pun juga tetap akan selalu ada di hatiku."
"Aku mohon, jangan tinggalkan aku!"
"Maafkan aku Aneta! Aku harus pergi." ucapnya sambil perlahan berjalan mundur menjauh.
"Aku mohon! Aku mohon!" ucapnya terisak-isak sambil berlutut memohon agar Dimas tidak meninggalkannya. Dimas hanya tersenyum memandanginya dengan wajah tegar. "JANGAN TINGGALKAN AKUU...!!!" teriaknya dengan tangisan yang semakin pecah.
"Aneta!" ucap Sofi membuka pintu atap sekolah. Ia pun membelalakan mata saat melihat Dimas dari kejauhan.
"Gue titip Aneta ya Fi! Jagain dia!" pintanya.
Mata Sofi pun berkaca-kaca, karena ia tidak menyangka dengan apa yang di lihatnya. Sofi hanya tersenyum sambil menganggukan kepala. Tubuh Dimas semakin lama semakin memudar.
"Dimas!" ucap Aneta saat melihat tubuh Dimas semakin tidak terlihat.
Aneta bangun dari berlututnya, lalu dengan cepat berlari menghampiri Dimas. Sofi yang melihat hal itu tidak tinggal diam, ia segera mengejarnya.
"Jangan tinggalkan aku! Aku mohon!" rengeknya sambil terus berlari.
"I love you Aneta. Selamat tinggal!" ucap Dimas lalu tubuhnya pun menghilang dihiasi sinar matahari yang terbenam.
"Tidak... tidak... tidak..." ucapnya saat melihat Dimas sudah tidak ada. "Dimas... Dimas..." ucapnya sambil memegang kepala dan melihat sekitarnya. "DIMASSS...!!!" teriaknya sambil kembali berlutut karena tubuhnya yang semakin lemas.
"Aneta!" ucap Sofi yang langsung ikut berlutut lalu memeluknya dengan erat.