Ada masanya dalam hidup, ketika ketidakpercayaan mulai menjajah segalanya. Takut jadi teman sehari-hari diri yang perlahan mulai ciut dan hanyut dalam bisikan bising ditelinga, setelahnya menghasilkan asumsi jika kehidupan ini tidak seberuntung mereka.
Bosan, lelah lalu menyerah hingga hilang dari alam semesta adalah keputusan yang bersarang dalam pikiran, padahal nyali dalam diri belum seberani itu untuk pergi.
Merasa jika hidup hambar lalu monoton, serasa jika ia adalah satu-satunya manusia yang tersulit sealam semesta. Makian, lalu disambung dengan kaliamat sarkas hinaan untuk diri sendiri datang bertubi-tubi. Ingin cerita, tapi pada akhirnya ego mengalahkan segalanya, "Mereka tak akan pernah sama, belum tentu mereka merasa."
"Pernah bosen dalam hidup? Kaya kok monoton banget. Hari ini kita gini, besok kita gitu, lusa kita gini lagi, dan gitu terus."
"Nikmati proses, atur waktu, pernah bosen? Aku pernah bosen? Kalau di tanya kenapa, bukan karena kegiatan yang itu-itu aja, itu karena aku kurang bersyukur dan kurang mengenal diri sendiri, bahwa sebenarnya aku istimewa, Tuhan nyiptain aku dengan alasan, banyak makhluk yg ingin hidup tapi aku lebih di pilih, kenapa? Karena aku lebih hebat dari mereka. Itu kenapa aku lebih milih nikmati hidup dengan cara yang rumit sambil berpikir dari pada cara yg mudah sama monoton : makan, gaul, tidur, maka gaul tidur udah itu aja. Kalau gitu hewan juga bisa."
"Kalau di tanya biar gak monoton gimana? Kuncinya satu, nikmati waktumu saat ini, itu sangat berharga." sambungnya lagi.