Karena sejatinya, sebuah kehidupan adalah kehilangan.
🌻
"Hel, Rachel?"
Suara panggilan disertai tepukan kecil dipundak jadi alarm bagi Rachel untuk bangun. Bukan bangun tidur, tapi bangun dari alam lamunanya.
"Ngelamunin apa?" Tanya Shira akhirnya.
"Lho kok kelas kosong ra?" Rachel balik bertanya, sebab ia melihat sekelilingnya sudah kosong. Hanya ada 3 orang manusia yang termasuk Rachel dan Shira didalamnya.
"Mungkin pada istirahat."
"Kalo gitu, lo ngapain masih disini?"
"Lo tadi lagi asik, makanya gue temenin," Jawab Shira dengan deretan gigi yang ia sertai.
Rachel selalu menyuruh teman satu bangkunya itu agar lebih mementingkan dirinya sendiri. Rachel juga bilang jika dia benar-benar tidak keberatan jika ia harus ditinggal kemanapun, asal ketika ada guru dan Rachel sedang melamun, tolong bangunkan ia sebelum Rachel tidak bisa membedakan mana yang asli dan mana imajinasinya sendiri.
"Gue kan bilang, lo bisa bareng sama Bunga dan Merta atau Yura, kan."
"Gue juga bilang, gue bisa nunggu sampai lo beres." Jawab Shira memutuskan.
Rachel menarik nafas, kadang berselisih dengan Shira membuatnya malas. Karena diantara mereka tidak ada yang mau mengalah, kecuali jika keputusan Rachel sudah tidak bisa Shira bantah atau ubah.
Rachel Jyotika Kalyna. Perempuan yang keras kepala, tidak lupa juga gadis yang sedikit angkuh mereka sematkan. Mereka juga banyak mengatakan jika Rachel adalah gadis yang kuat, tapi Rachel selalu berpikir sekuat apa dia hingga sebagian orang mengatakan semua itu?
Ya. Mereka selalu jadi hakim yang merumitkan hidup Rachel. Pendapat-pendapat mereka selalu saja Rachel pikirkan lalu setelahnya hilang kendali mulai memasuki diri.
Bisakah ia kembali ke awal untuk memperbaiki segalanya? Bisakan ia menghilang saja? Atau bisakah ia terlahir kembali?
Semua pertanyaan itu selalu saja Rachel dengar. Bukan dari orang lain, tapi dari dirinya sendiri. Selain hidupnya yang sudah sulit, apa boleh jika Rachel meminta pada langit untuk tidak lagi mempersulit segalanya?
Setiap anak seusia Rachel pasti berkeinginan untuk tidak memikirkan apapun, kecuali tugas, lalu bagaimana ia dapat peringkat atau bagaimana ia bisa masuk universitas dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Rachel ingin seperti itu, ingin jika ia bisa membanggakan semua orang yang sudah berperan dengan baik dihidupnya, meskipun ia sendiri bukan peran utama yang baik dalam perannya.
"Rachel?" Panggil Shira, lagi.
Rachel melirik pada Shira, lalu setelahnya pandangannya kembali ke depan dimana papan tulis tinggal dengan baik disana, "Ngelamun lagi?"
Shira hanya tersenyum lalu mengangguk, dan dibalas dengan senyum kecut dari bibir mungil Rachel. Sebenarnya ia kadang merasa bersalah, karena selalu membuat Shira menunggu lama. Menunggu Rachel selesai dengan semua pikiran menyebalkannya.
"Hel, gue laper," ucap Shira terdengar ragu.
"Yaampun kok gak ngomong dari tadi sih? Yaudah ayo!" Rachel berdiri lalu mengajak Shira ke kantin. Lihat, hanya masalah ini saja Rachel sudah menyusahkan orang lain. Bisakah jika meminta agar semuanya datang saat ketika Rachel tidak dengan orang lain, setidaknya untuk menghindari hal serupa seperti ini.