I Want To Die, But I Want To Write About You

Tngkbll
Chapter #3

Suara dari lemari kayu

Langit yang sudah merencanakan, tak akan bisa lagi terbantahkan. Layaknya lemari kayu yang terpilih untuk disandingkan dengan buku, dan beruntung bisa menemani kamu ketika sayu-sayu ambigu membelenggu.

🌻

Bau dari buku-buku yang khas menyambut indera penciuman Rachel ketika masuk ke perpustakaan. Tidak ada siapapun, sesuai dengan keinginannya. Selagi ada kesempatan bukankah harus digunakan dengan baik, dan itulah yang dilakukan oleh Rachel. Daripada ia harus terus-terusan mendengarkan celotehan demi celotehan dari teman-temannya, lebih baik ia diam di perpustakaan.

"Lho neng, kok disini?" Tanya petugas perpustakaan yang tengah duduk dengan mata yang terus menatap ke arah layar komputer. Dan kini beralih menatap Rachel.

Rachel yang tengah menulis nama di buku data masuk perpustakaan menoleh, "Sedang gak ada jam pelajaran pak."

"Pelajaran siapa memang?" Tanyanya lagi.

"Pak Murat,"

Petugas perpustakaan pun mengangguk sebagai jawabannya. Cuaca diluar panas, tapi yang Rachel rasakan sebaliknya. Ditambah dengan hening yang membuat suasana menjadi semakin terasa nyaman.

Rachel akhirnya memilih tempat dimana rak-rak buku berjajar dengan sedikit jarak sekitar 1 meter itu. Cukup untuk ia duduk ataupun berbaring disana. Dengan modal buku tebal yang dijadikan bantal, Rachel berbaring, menatap langit-langit ruangan itu. Hingga sebuah suara di sebelahnya terdengar membuat Rachel sedikit bingung dan mulai mencari suara tersebut.

Apa lemari kayu disampingnya itu bisa bicara? Tapi tidak mungkinkan.

"Rapatnya bakal lama kayanya. Kira-kira mereka bahas apa ya sampe selama itu?" Katanya.

Rachel belum tahu persis siapa yang berbicara padanya. Wajahnya terhalang oleh buku-buku, jadi tak terlalu kelihatan.

Satu menit kemudian, dia mengambil beberapa buku yang ada dalam rak untuk bisa melihat ke arah Rachel. Rachel terkejut dan langsung mengubah posisi kepalanya menjadi menyamping, pasalnya Rachel mengira jika suara itu milik orang lain tapi tak lain dan ternyata adalah Braga. Ya, ternyata Braga yang berbaring disebelah Rachel. Dia tersenyum, dan Rachel tidak membalas.

"Bukannya tadi lo ke kelas?" Tanya Rachel. Karena setahunya, setelah insiden tabrakan ditangga tadi, Braga berjalan menuju arah kelasnya.

"Dikelas berisik," Jawabnya.

"Terus?" Rachel menambahkan lagi.

"Gue mau istirahat bentar." Jawab Braga lagi.

Terlihat jika wajah Rachel sedikit berubah. Tadinya yang tenang sedikit jadi kesal entah karena apa. Hanya saja ia berpikir, bukankah tadi Braga ijin?

"Lo gak suka gue disini?" Tiba-tiba Braga bertanya, dan melihat perubahan pada mimik wajah Rachel.

"Perpustakaan kan milik semua siswa di sekolah ini, gue gak berhak kan ngelarang meskipun gue mau." Jawab Rachel, dan ia sedikit kaget dengan jawaban yang diberikan perempuan itu.

Setelahnya mereka berdua diam, kembali pada tujuan mereka pergi ke tempat ini dan larut dalam pikiran masing-masing. Rachel berpikir soal jawabannya tadi, bukankah itu sedikit berlebihan dan menyakitkan bagi yang mendengar?

"Braga?"

"Ya?" Jawabnya.

Lihat selengkapnya