I Want To Die, But I Want To Write About You

Tngkbll
Chapter #4

Ruang Hitam

Hal yang paling menyedihkan dan menyakitkan ternyata adalah imajinasi dari kita sendiri.

🍁

Braga berjalan sedikit cepat memasuki gerbang utama sekolah. Dilihatnya jam hitam yang ada dipergelangan tanggan baru menunjukan pukul 5.55 wib. Ada upacara pagi ini dan sebagai ketua OSIS ia harus datang lebih awal dari biasanya.

Braga memasuki kelas yang sedikit masih gelap. Sepertinya petugas kebersihan sekolah lupa menyalakan lampu ruangan kelas, pikirnya. Saat membuka pintu, Braga sedikit terkejut karena ada seseorang yang tengah duduk sambil menenggelamkan kepalanya ditangan. Braga pun menghampiri, melihat ke arah tas dan langsung bisa mengenali.

"Rachel?"

Merasa terpanggil, ia mendongkak, "Braga?"

Braga terkejut, setelahnya ia langsung menghampiri Rachel yang terlihat sedikit kacau. Matanya sembab, air matanya pun masih terus berderai dari pelupuk matanya. Rachel menangis?

"Hel, lo gak papa?" Tanya Braga hati-hati.

Rachel langsung memeluk Braga yang ada disampingnya. Sekarang ia benar-benar butuh teman, rasanya Rachel tidak mampu lagi untuk menahannya sendiri. Suara Rachel yang sesenggukan sedikit membuat hati Braga merasa sedikit ngilu.

Tunggu, maksudnya apa ini? Tidak mungkinkan jika Braga menyukai gadis yang kini tengah menangis sembari memeluknya.

"Hel, kenapa?" Braga bertanya dengan hati-hati dan lembut, takut jika Rachel tersinggung karena ia berani bertanya.

"Gue mau berhenti nangis, Ga. Dada gue sesek banget karena kelamaan nangis kaya gini. Temenin gue, gue udah gak kuat kalo nangis sendirian lagi." Ucap Rachel yang masih dengan suara sesenggukannya.

Braga menepuk pundak Rachel untuk menenangkannya. Namun bukannya berhenti, tangis Rachel malah semakin tidak terkontrol. Rachel terus-terusan menangis hingga suaranya tak didengar Braga. Braga sedikit khawatir sekarang, lama katanya? Dari jam berapa Rachel diam di ruangan kelas mereka dan menangis hingga matanya bahkan sangat sembab?

"Hel, lo gak papa?"

"Hel?"

"Rachel?" Braga memanggil terus nama Rachel namun tak ada jawaban. Rachel pingsan, dan Braga benar-benar panik sekarang.

"Hel, lo, lo kenapa?" Braga menepuk-nepuk pipi Rachel agar cepat tersadar.

"Hel, bangun, Hel."

Tak pikir panjang, Braga akhirnya menggendong Rachel berniat membawanya ke UKS. Saat akan menuruni tangga, Yura dan Merta datang dan terkejut dengan apa yang mereka lihat.

"Braga lo apain Rachel sampe dia kaya gini?" Tanya Merta panik.

"Braga Rachel kenapa?" Bagian Yura yang bertanya.

Pertanyaan dari keduanya tak digubris Braga sama sekali. Ia lebih mementingkan Rachel sekarang.

"Braga jawab gue?!"

"Merta, pertanyaan lo bisa gue jawab nanti. Tapi plis, gue gak mau Rachel semakin kenapa-napa gara-gara kalian ngehalangin jalan gue buat nolongin dia!" Bentak Braga pada Yura dan Merta. Dan setelahnya mereka diam, lalu mengikuti kemana Braga membawa Rachel.

Mereka berempat menjadi tontonan dan perhatian dari siswa-siswa lainnya sekarang.

Sesampainya di UKS, Braga langsung menyuruh dokter sekolah yang baru datang untuk segera memeriksa keadaan Rachel. Rasanya, jantungnya seperti akan copot ketika tahu Rachel tak sadarkan diri ketika dikelas tadi. Dan benar saja, jantung Braga sudah terjun kebawah perutnya sekarang.

Setelah memerlukan sepuluh menit untuk memeriksa Rachel, bu Ayla pun keluar.

"Gimana bu, Rachel kenapa?" Tanya Braga pada bu Ayla, dokter sekolah.

Lihat selengkapnya