"Lulu, jangan duduk di jendela! Nanti ada petir."
Tak ada jawaban. Ia cuma duduk diam di bingkai jendela. Matanya menatap jauh ke luar, melihat banyaknya orang yang berlalu-lalang dan tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa meskipun hujan menghantam keras kota ini. Aku tahu Lulu pasti ingin sekali main di luar karena biasanya jam segini dia selalu main di kebun belakang rumah. Tapi, hujannya masih cukup deras dan sudah dari tadi pagi belum berhenti juga.
Sebenarnya aku bisa saja nemanin Lulu dirumah dan bolos ngampus. Tapi, aku mau ke perpustakaan kampus untuk menyelesaikan beberapa tugas. Setidaknya itu bisa meringankan bebanku walaupun sedikit.
"Lulu, aku mau kunci kamar, keluar dong, plis." Aku memanggilnya lagi, namun kembali tak ada jawaban.
Karena panggilanku engga digubris, aku meraih sebungkus kecil biskuit kesukaanku —yang kusimpan di rak makanan yang ku gantung disamping pintu kamarku— lalu kurobek bungkusan yang terbuat dari kertas ubi itu.
Kreekkk....
"Meooonggg..!!!"
Teriaknya ketika hendak menoleh lalu langsung berlari kearahku.
"Haha! Murahan sekali anda" candaku sambil tertawa lalu menggendongnya di pundakku dan menutup pintu kamar. "Pantas aja gendut."
Aku berjalan menuruni tangga sambil menyuapi Lulu dengan biskuit yang kupegang. Langkah kakiku yang didengar Mama membuatnya bergerak kearahku.
"Arin..."
"Iya, Ma. Arin udah taruh payung di mobil, udah bawa buku lengkap nih di tas, ada bawa hoodie juga." sambil menggerakkan pinggangku menunjukkan hoodie yang ku ikatkan.
"Arin belum makan, kan?"
"Udah Arin bekalin kok, Ma."
"Kapan? Mama kok ngga tahu kamu bikin bekal?"
"Iya ada kok tadi pagi, kan Mama pergi sama Nenek tadi."
"Yang bener?"
"Iya beneran, ini ada di dalem tas, Mama cek aja kalo engga percaya." kataku meyakinkan Mama sambil mengayunkan pundakku menunjukkan tas punggung berwarna hitam yang sudah kugendong dari kamarku tadi.
"Yaudah turunin dong Lulu nya, adek keseringan meluk dia ngga bagus itu."
"Iya, Ma."
Aku menurunkan lulu ke lantai beserta biskuit yang tersisa sedikitlagi untuknya.
"Yaudah, Ma. Arin berangkat dulu ya." kataku sebelum menyalami Mama lalu pergi ke beranda rumah.
"Iya, hati-hati hujan."
..
..
..
Butuh waktu setengah jam —kalo engga hujan bisa lebih cepat lagi—untuk sampai di fakultasku. Aku selalu memarkir mobil di dekat lapangan terbuka fakultas karena cukup dekat dengan pintu masuk utama dan perpustakaan. Walaupun ada di lantai 2, mobilku bisa terlihat jelas dari jendela perpustakaan karena jendelanya seukuran sisi luar dinding ruangan perpustakaan itu sendiri.
Aku mengambil payung di kursi belakang dan turun dari mobil menggunakan payung transparan itu. Seketika tercium aroma dingin ketika aku keluar dari mobil. Hujan yang turun setengah hari tanpa henti ini membuat udaranya jadi menyegarkan.
Pagi itu akan jadi pagi yang sangat baik untukku, kalo saja sebuah mobil—yang dengan sengaja parkir tepat disisi kanan mobil di tempatku sedang berdiri sekarang yang ngerem mendadak saat lajunya lumayan kencang— tidak menghancurkankan moodku. Sekarang, aku berakhir dengan rok beserta hoodie yang basah karena cipratan air.
"Eh, ada manusia disini ternyata. Kirain ga ada." Ejek seorang perempuan yang keluar dari pintu kemudi. Ternyata perempuan berpakaian serba merah itu ngga sendirian, ada tiga perempuan lain yang keluar dari pintu lainnya.
"Wah-wah, apaan nih? Kayaknya hidup lu penuh kesialan aja ya, rin. Wahahahaha!" lanjut seorang perempuan berbaju serba kuning mengejekku. Mereka berdua berjalan mendekatiku. Aku ngga habis pikir sama mereka semua, harusnya geng mereka-lah yang cocok jadi bahan bully-an karena dua temannya lagi memakai baju serba hijau dan biru, apalagi dengan dandanan mereka yang engga wajar dimataku, jadi terlihat seperti grup 'Teletubbies' yang mau konser ke Havannah.