Kelas IA 3 terlihat agak lengang, hanya beberapa siswa saja yang masih didalam kelas. Karena hari ini adalah hari Sabtu, setelah pelajaran formal selesai semua siswa akan melakukan ekskulnya masing-masing. Kelas 3 sudah banyak yang keluar dari ekskul karena akan menempuh ujian tapi masih ada juga beberapa yang masih melanjutkannya, seperti Ami dan Ian. Indri yang lagi ngumpul sama Mira, Nanda dan Oki ngegosip sambil nungguin waktu pulang. Tiba-tiba, Deka, anak kelas sebelah nyariin Indri. Dia menghampiri Indri lalu berkata.
“Indri, lo di cariin sama pak Herman noh.”
“Pak Herman? Ngapain nyariin gue?”
“Mana gue tau. Gue cuma nyampein pesan.” Setelah itu Deka pergi kembali ke kelasnya.
“Gue mau ke pak Herman dulu.” Indri mulai beranjak dari kursinya. Teman-temannya melambaikan tangan sambil memberikan beberapa wejangan, seperti melepas teman pergi perang saja. Setelah itu tawa mereka pecah oleh kelakuan konyol teman-temannya.
Kepala Indri dipenuhi banyak pertanyaan dari perjalanan dari kelasnya sampai ke ruang guru. Indri bukanlah siswa yang nakal bukan juga siswa yang jadi langganan dipanggil guru, intinya dia biasa-biasa aja, jadi dipanggil sama guru apalagi wali kelas membuatnya was-was. Didalam kepalanya, Indri mereka ulang kejadian beberapa bulan ini yang kemungkinan menjadi alasannya dipanggil oleh pak Herman
Sebelum memasuki ruang guru, Indri meyakinkan dirinya. Indri mengetuk pintu lalu langsung menuju meja pak Herman.
“Permisi pak, kata Deka bapak nyariin saya.”
Pak Herman berhenti melanjutkan kesibukkannya setelah mendengar suara Indri. “Silahkan duduk dulu.”
Indri menarik kursi terdekat, tapi belum sempurna duduknya, pak Herman sudah melontarkan pertanyaan.
“Kamu tau alasan saya panggil kamu kesini?” Pak Herman kembali sibuk dengan kertas-kertasnya lalu matanya terfokus pada satu kertas.
“Maaf pak, saya belum tau alasannya.”
“Ini hasil TO kamu kemarin.” Pak Herman memperlihatkan kertas yang sedari tadi dilihatnya ke Indri. “Kamu tau artinya ini.” Sambil menunjuk angka-angka yang tertera dikertas itu.
Indri hanya bisa diam melihat nilainya dikertas itu. Apalagi alasannya selain nilainnya yang rendah. Seketika didalam kepalanya kembali berputar kejadian selama seminggu terakhir.
Hari Minggu, satu hari sebelum ujian TO dimulai. Indri yang merasa bosan seharian belajar mencoba mencari cemilan didalam kulkas. Didalam kulkas didapatinya es krim stroberi kesukaannya. Tanpa basa-basi, Indri langsung membuka tutupnya lalu menyedok es krim kemulutnya.
“Untunglah kamu masih suka es krim stroberi.” Om Ben yang lagi menggendong si Mpus duduk dihadapan Indri.
“Es krim ini punya om?” Indri kaget mendapati om Ben didepan matanya.
Om Ben tersenyum melihat mulut Indri yang masih penuh dengan es krim dan berusaha menelannya semuanya. “Iya, buat Indri. Mbak Maya bilang Indri besok ujian, jadi om beliin es krim buat Indri biar semangat belajar buat ujiannya.”
Senyum Indri mengembang mengingat kejadian itu. Kalau saja waktu itu om Ben gak lagi gendong si Mpus, mungkin dia sudah memeluknya dan berterima kasih.
“Nilai matematika dan bahasa Indonesia kamu bagus, tapi mata pelajaran lainnya sangat rendah.” Indri kembali tersadar dari lamunanya. Kembali mencoba fokus ke masa ini. “Kamu ada masalah?” Pak Herman kembali bertanya.
“Gak ada pak.” Mulutnya berkata tidak ada tapi kepalanya memutar kembali kejadian enam hari yang lalu, sumber masalahnya.