Libur semester telah tiba. Indri yang gak punya acara apapun masih bergelut dengan bantal dan selimut. Setelah berpikir lama, barulah dia memutuskan untuk turun kebawah karena tuntutan lambung. Indri tak mendapati siapapun saat turun kebawah. Wajar saja karena hari ini masih hari kerja, yang libur sekolah cuma dia sendiri dan sepertinya teteh Putri pergi kepasar buat beli bahan masakan. Setelah mencomot beberapa roti, Indri mulai berkeliling rumahnya. Suasana sepi seperti ini bukanlah hal yang baru bagi Indri karena sedari kecil dia memang sering ditinggal yang tidak biasa adalah ternyata om Ben masih dirumah dan dia tertidur di kursi teras belakang dengan si Mpus tertidur dipelukannya. Untuk pertama kalinya Indri ingin jadi si Mpus. Teras belakang memang jadi tempat yang bagus buat ketiduran setelah lelah main sama si Mpus, Indripun sering tidur-tiduran disana bareng si Mpus.
Indri duduk di kursi satu lagi, sambil memandangi wajah om Ben yang sedang tertidur. Indri tidak memiliki kesempatan untuk memperhatikan om Ben secara dekat setelah kepulangannya karena satu dan lain hal. Wajahnya tidak berubah sama sekali setelah 5 tahun tidak bertemu. Indri menyapu setiap jengkal wajah lelaki disampingnya dengan matanya. Tanpa menyadari kalau si Mpus udah bangun dan mulai mengeong. Mendengar itu om Ben terbangun, Indri dengan sigap langsung memindahkan pandangannya menuju taman sambil menggigit rotinya.
“Indri? Sejak kapan disini?” Om Ben beberapa kali mengedipkan matanya, mencoba menyesuaikan matanya dengan cahaya.
“Baru aja. Om gak kerja?” Indri mencoba mengatur detak jantungnya yang terasa hampir meledak karena takut ketahuan.
“Om minta izin sama mas Bima buat nganterin si Mpus ke rumah sakit, tadi dia keliatan agak sakit.”
Si Mpus bermanja-manja dengan tuannya yang sudah lama tidak pulang. Setelah om Ben pulang, si Mpus nggak pernah lepas dari sisi tuannya. Indri merasa iri sama si Mpus karena kemana-mana selalu nempel bareng om Ben.
“Oh... habis ini om ngapain?”
“Habis ini kayaknya om gak ngapa-ngapain.”
“Kalau gitu mau kencan berdua? Kita udah lama kan gak jalan-jalan berdua. Mumpung aku lagi libur.” Indri mencoba bersikap biasa, padahal ada festival dikepalanya.
Om Ben tersenyum lalu berkata, “Kayaknya seru. Mau pergi kemana?”
“Taman bermain kayaknya boleh juga.”
“OK. Om siap-siap dulu.” Om Ben berdiri dan si Mpus yang masih dipangkuannya meloncat karena pergerakan yang mendadak itu.
“Beri aku waktu satu jam buat siap-siap.” Indri langsung berlari menuju kamarnya. Om Ben tersenyum melihat kelakuan keponakan satu-satunya itu.
***
Kencan yang selama ini diimpi-impikannya, akhirnya terwujud. Walaupun Indri dan om Ben sering jalan-jalan waktu Indri kecil tapi tetap saja sensasinya berbeda. Sekarang Indri sudah terlihat seperti wanita dan setidaknya, tanpa memandang hubungan kekeluargaan mereka, kalau mereka jalan berdua akan seperti sepasang kekasih. Kencan pura-pura seperti ini yang selalu dibayangkan Indri. Walaupun hanya sementara, walaupun hanya pura-pura.
Om Ben dan Indri sedang mengantri untuk memasuki taman bermain. Tidak terlalu banyak orang yang datang walaupun sedang musim liburan, mungkin karena baru hari pertama liburan. Sudah 5 tahun lebih sejak terakir kali Indri pergi ke taman bermain. Terakhir kali mereka pergi adalah tepat sebelum om Ben pergi ke Berlin serta saat Indri sadar dengan perasaannya pada om Ben.
“Hati-hati, jangan sampai terpisah sama om.” Dengan naturalnya om Ben menggandeng tangan Indri. Bayangkan saja bagaimana perasaan Indri saat tangannya tiba-tiba digandeng oleh om Ben.
“Iya om.” Indri menunduk, menyembunyikan perasaannya. Hari ini masih panjang.
“Bentar lagi jam makan siang. Indri mau makan dulu.” Om Ben selalu tersenyum saat berada disamping Indri, saat berbicara dengan Indri, melihat tingkah Indri. Dia tahu kalau tidak ada maksud mendalam dari senyum itu, hanya saja alam bawah sadar Indri berharap ada makna tersembunyi dari senyum itu.