“Siapa sih yang tadi malam bilang ‘jangan sampe ketiduran’? Gue udah siap dari tadi dan lo baru bangun.” Ian dengan kesal menunggu Indri siap-siap.
“Mana gue tau kalo perginya sepagi ini. Matahari aja belum terbit.” Indri merapikan rambut seadanya.
“Udah terbit.”
“Iya, di ufuknya. Yuk berangkat.” Indri mengenakan celana jeans yang kemarin dipakainya dan baju kaos pinjaman dari Ian. Dia melihat pakaian Indri dari atas sampai bawah. “Kenapa?”
“Pakai ini, diluar masih dingin.” Ian melepaskan jaket yang dipakainya lalu memberikanya pada Indri.
“Trus lo pakai apa?”
“Gue ambil lagi dikamar.”
***
“Udaranya sejuk banget.” Indri langsung membuka jendela mobil setelah melihat deretan pohon hijau sudah melebat. “Kita mau metik apa nanti?”
“Stroberi.”
“Kapan nyampenya?”
“Kira-kira satu jam lagi.”
“Ooh...” belum 5 menit, Indri sudah bertanya kembali kapan mereka nyampe.
“Ndri, lo bukan anak kecil. Main sama smartphone lo sana, kalo udah nyampe gue bilangin.”
“Dengan pemandangan sebagus ini, lo suruh gue natap layar hp?”
“Kalau gitu lo nikmatin aja pemandangan sepanjang jalan, yang penting lo gak ganggu gue.”
Untuk kali ini Indri menuruti kata-kata Ian. Bakal susah nanti kalo Ian ngambek dan milih balik arah. Rencana liburannya dipertaruhkan.
***
Aroma perbukitan yang sejuk segera mengisi paru-paru Indri saat dia keluar mobil. Embun masih membahasi rumput-rumput saat dia menginjaknya. Sesampainya disana, mereka langsung mengikuti briefing. Tidak begitu banyak orang yang mengikuti wisata kali itu, hanya 2 keluarga beranggotakan 3 orang serta Indri dan Ian. Mungkin karena hari masih terlalu pagi.
“Katanya boleh dimakan stroberinya waktu dipetik.” Indri berbisik ke Ian. Matanya berbinar saat mendengar perkataan instruktur itu.
Setelah briefing, mereka dibebaskan untuk memetik buah stroberi dengan syarat buah stroberi yang dipetik adalah buah yang sudah berwarna merah dan layak untuk dipanen. Selain mereka, ada beberapa petani yang juga memanen stroberi.
Indri takjub melihat hamparan tanaman stroberi sejauh mata memandang. “Uwah! Stroberi dimana-mana. Ini kali pertama gue kekebun stroberi.”
“Gue juga.” Ian menjawab sekenanya.
“Metik stroberi go, go!” Indri berjalan cepat ketengah-tengah kebun. Matanya berbinar melihat banyaknya stroberi merah yang menggiurkan.
“Jangan terlalu banyak makannya, nanti perut lo sakit.” Ian berteriak karna Indri sudah agak jauh.
“Gak mungkin!”
Ian hanya bertahan sepeluh menit lebih sedikit dalam perburuannya mencari stroberi. Dia tidak terlalu suka dengan rasa stroberi yang asam dan manis. Ian kembali ke tepi kebun, memperhatikan Indri yang dengan teliti mencari stroberi.
“Keranjang gue udah penuh.” Indri menghampiri Ian dengan keranjang yang dipenuhi stroberi. “Udah gue makan juga sih beberapa, dan kebanggan gue...” Indri memamerkan buah stroberi yang paling besar dikeranjangnya, buah itu besar dengan kulit mengkilap dibasahi embun “gue kasih nama Kyutie karna dia imut.”
Ian mengerutkan keningnya. “Lo kasih nama buah stroberi?”
“Terserah gue lah.” Indri tak mempedulikan ekspresi heran Ian, dia meneruskan ceritanya. “Kyutie bakal gue buat smoothie, yang ini buat pancake, yang ini buat selai, yang ini gue buat coklat stroberi pake marshmallow.” Indri cepat mengelap air liurnya sebelum menetes.