Ami mencium gelagat aneh Indri beberapa hari ini. Dia selalu melihat Indri melamun, seakan-akan pikiran dan badannya berada ditempat yang berbeda.
Mereka sedang makan dikantin seperti biasanya. Indri hanya mengaduk-aduk makannya, Ami jadi geregetan karena setiap ditanya Indri selalu jawab dengan ‘eh’, ‘hmm’, ‘apa tadi?’.
“Lo kenapa sih?” Ami sudah hilang kesabarannya.
“Hmm...”
“Haa...” Ami mendesah sejadi-jadinya. Gelagat Indri seperti memiliki sudah melakukan kesalahan fatal atau saat rahasianya terbesarnya diketahui orang.
Ami mengambil napas dan membuangya perlahan, mencoba membangun kembali kesabaran.
“Ndri, lo ada masalah? Coba cerita sama gue, gue bakal tolongin lo.” Ami menggenggam tangan Indri dan menatap matanya dalam.
“Gue gak ada masalah.” Indri masih mencoba untuk mengelak.
“Lo gak usah bohong. Kita udah sahabatan dari kecil jadi gue utau gimananya lo. Dan sekarang kelakuan lo aneh banget.” Ami masih menatap tajam mata Indri.
Indri yang tidak tahan dengan tatapan tajam Ami berusaha kabur. “Gue gak nafsu makan. Gue balik kelas dulu ya.” Indri berdiri meninggalkan Ami.
“Kenapa sih? Gue kan sahabat lo. Kenapa gak cerita aja sama gue. Apa-apaan sih.” Ami ngomel ditinggal Indri, dia nyerocos sambil masih menyuap batagor kemulutnya.
***
Indri selalu memikirkan kejadian beberapa hari yang lalu, kejadian malam itu. Kalau dia tidak sedang fokus pada sesuatu, pikirannya mulai melayang kemana-mana.
Setelah meninggalkan Ami, Indri tidak kembali ke kelas. Dia berbelok di samping perpustakaan. Menuju tempat persembunyiannya. Dia mengambil tempat dibawah pohon mangga yang sudah tidak berbuah itu. Indri hanya melamun, menatap kosong deretan awan yang berjalan ditiup angin, hanya berbaring dan akhirnya tertidur.
***
Indri tidak pernah kembali kekelas, bahkan setelah kelas sudah berjalan beberapa menit.
“Indri kemana?” Ibu Septa, guru bahasa Indonesia, bertanya kepada Ami.
“Tadi dia kelihatan gak enak badan bu, mungkin lagi di UKS.”
“Ya udah kalau begitu.” Ibu septa kembali meneruskan pelajarannya.
***
Indri terbangun tapi dia masih berbaring disana. Langit sudah mulai berwarna jingga saat dia membuka matanya. Lalu dia mengecek layar smartphonenya, banyak riwayat panggilan dari Ami yang diabaikannya serta disana terlihat jam sudah menunjukkan jam 4:46. Dia tertidur lebih lama dari perkiraan. Indri berdiri, berjalan kearah kelasnya mengambil tas.
Walaupun jam sudah menunjukkan hampir jam 5, masih ada beberapa siswa yang menetap disekolah walaupun mereka sepertinya ingin bergegas untuk pulang. Dia mengambil tasnya lalu berjalan menuju gerbang melewati parkiran. Indri tiba-tiba tersentak oleh tangannya yang menariknya.
“Lo gak denger dari tadi gue panggilin?” Tangan itu adalah tangan Ian. Sedari tadi dia mencoba memanggil Indri yang tidak didengar olehnya.
“Sorry, gue tadi ngelamun.”
“Gue antar lo pulang.” Ian menepuk ringan jok motor belakangnya.
Indri langsung naik keatasnya. “Gue ada bimbel hari ini.”