Pagi yang cerah, Denis sudah sibuk di dapur membuatkan sarapan roti untuk tamu yang semalam ia bawa pulang. Baru kali ini Denis melakukan sesuatu di dapur, karena biasanya Bi Sri yang melakukan semua pekerjaan rumah. Denis juga menolak untuk dibantu dan ingin mengerjakannya sendiri, karena ia sedikit merasa bersalah melihat keadaan Radit semalam. Setelah selesai, ia membawakan sarapan ke kamar tamu tempat Radit beristirahat.
"Tok... tok... tok..."
Denis mengetuk pintunya terlebih dahulu tetapi tidak ada jawaban. Ia memutuskan untuk langsung masuk ke dalamnya karena ia yakin Radit masih tertidur. Saat ia masuk ke kamar, benar saja Radit masih tertidur pulas, dan untuk beberapa saat Denis memandangi wajahnya yang lucu dan polos saat tertidur.
"Dit, bangun udah pagi!" ucapnya sambil menaruh sarapannya di sebuah meja di samping tempat tidur.
Setelah beberapa kali menggoyang-goyangkan tubuhnya, Radit pun akhirnya membuka matanya.
"Denis?" ucapnya terkejut sambil melompat bangun dari tidurnya.
"Selamat pagi!" sapanya
"Aku ada dimana?" tanyanya sambil celingak-celinguk memperhatikan sekitar.
"Ya di rumah gue lah"
"Kok aku bisa ada di rumah kamu?" tanyanya dengan wajah bingung.
"Hei, lo masih belom sadar ya? Semalem lo itu mabuk berat. Untung ada gue, jadi lo gue bawa pulang"
Radit terdiam dengan kepala tertunduk karena malu. "Hm... makasih ya Nis! Maaf udah ngerepotin!" ucapnya malu-malu.
"Iya sama-sama. Ngomong-ngomong, kenapa lo bisa sampai mabuk seperti itu?"
Radit menarik nafas panjang "Nggak apa-apa kok, cuma lagi ada sedikit masalah aja"
Denis tidak berani bertanya lebih jauh. "Ya udah, lo sarapan gih! Gue tinggal dulu ya!" Saat Denis membuka pintu kamar, ia teringat akan sebuah nama yang semalaman Radit sebutkan. Karena penasaran, ia memberanikan diri untuk bertanya. "Oh iya, boleh gue nanya sesuatu?" Radit menganggukan kepala. "Semaleman lo manggil-manggil nama Dinna. Boleh gue tau siapa Dinna? Apa lo mabuk karena dia?"
Radit tersendak air yang sedang ia minum ketika mendengar pertanyaan Denis. "Hm... dia..." ucapnya dengan wajah bingung sambil membersihkan air dibibirnya. Untuk beberapa saat ia terdiam sejenak, kemudian menatap ke arah Denis. "Dia seseorang yang pernah mengisi kehidupan aku" jawabnya singkat.
Denis tidak bertanya lebih lanjut, karena jawaban dan tatapan Radit sudah menjawab semuanya.
"Oh... Ok" ucapnya lalu pergi keluar kamar.
Saat Denis sedang menonton TV di ruang tengah, Radit menghampirinya, lalu duduk di sampingnya.
"Udah segeran Dit?" Radit menganggukan kepala. "Oh iya, gue boleh nanya lagi nggak?"
Radit kembali menganggukan kepala. "Silahkan!"
"Apa alasan lo mukulin Arya di club malam itu?" tanyanya penasaran
"Hm... Aku cerita juga kamu nggak akan percaya"
"Percaya nggak percaya yang penting gue udah denger penjelasan lo"
"Yakin kamu mau tau alasannya?" Denis menganggukan kepala. "Karena Arya itu nggak pantas buat kamu"
"Maksud lo?" tanyanya bingung.
"Ok, begini ceritanya" Radit pun menceritakan kejadiannya.