Ian's Stories: My True Happines

Muh Fajrin
Chapter #5

PERASAANKU KE DIRINYA DAN CARAKU MENYAMPAIKANNYA

Kehidupan SMA.

 Mungkin bagi sebagian besar orang, merupakan masa yang paling indah bagi mereka. Mengingat banyaknya potensi untuk peristiwa-peristiwa tak terduga. Seperti percintaan ataupun hal lainnya.

Namun bagiku, untuk menganggap kehidupan SMA ku sebagai masa paling indahku, maka jawaban dariku, seorang anak yang tidak memiliki teman dan sebagainya. Maka tentunya jawabannya adalah tidak.

Setidaknya begitulah pikirku sebelumnya.

***

Tanggal 20 Oktober tahun 2022.

Menginjak bangku kelas 2, dengan situasiku sekarang ini, yang sedang bersiap dalam menghadapi suatu hal.

Dengan jantungku berdetuk cukup kencang dibandingkan biasanya. keringat dingin yang mulai kurasakan di telapak tanganku, dan rasa deg-degan, tegang dan gugup yang kurasakan dalam diriku, yang bahkan sampai membuat pikiranku kadang kala kacau dan amburadul. Mulutku terasa kaku, sampai membuatku kesulitan mengatakan apa-apa. Dan berbagai sikap tubuhku lainnya yang menandakan betapa tegangku, adalah apa yang kurasakan sekarang ini.

Meskipun begitu, dari hatiku yang terdalam dan juga pikiranku. Sekarang ini seolah menmberitahukan satu hal yang sederhana padaku.

“Jangan mundur Julan. Inilah kesempatan dan langkah terbaikmu.”

Menguatkan kata-kata itu pada diriku, yang pada akhirnya membuatku beberapa kali merasa tenang dikala rasa tegang dan gugup yang kurasakan dan kuhadapi ini.

 “Kandidat selanjutnya. Kepada Julan maju ke depan untuk menyampaikan visi dan misinya.”

Suara panggilan dari moderator, yang kemudian membuatku naik ke depan. Menyimpan visi dan misi yang telah kubikin dan kuhafal beberapa saat sebelumnya. Dan berdiri di podium sambil menghadap ke arah seluruh siswa di sekolah, yang siap mendengarkanku.

Rasa tegang, dan keringat dingin yang tentunya masih kurasakan. Namun tetap kutahan dan tak keluarkan demi penampilanku yang kuharapkan sebaik mungkin.

 Stella yang menatap ke arahku, memberikan dukungan, yang cukup membuat rasa tegangku sekali lagi berkurang.

Yang setelah sepersekian detik, diriku terdiam di podium untuk menenangkan diri. Dan akhirnya, aku mulai membacakan visi dan misiku sebagai ketua osis.

***

Banyak hal yang terjadi selama masa kelas satuku

 Dimulai dari diriku yang masuk sekolah sekitar 2 minggu setelah dimulainya tahun ajaran baru. Dengan rambutku yang menjadi cukup panjang akibat masa berkabungku. Dan sampai-sampai agak menutup mataku, membuat penampilanku telah benar-benar 180 derajat berbeda jauh dengan Ian.

Menjadi orang yang sulit untuk diajak berteman, ditambah dengan penampilanku yang tambah mendukungnya. Bahkan pada hari pertamaku sekolah. Aku sama sekali tidak memiliki teman, bahkan sampai interaksi pun tidak ada sama sekali.

 Mungkin juga karena teman kelasku yang telah membentuk kelompok mereka masing-masing. Sehingga akunya yang sudah tidak memiliki lagi kesempatan untuk berbaur dengan mereka, pada akhirnya tidak mendapatkan interaksi sama sekali.

Ataupun mungkin alasan lainnya. Namun yang terpenting, sebuah kenyataan sederhana yang aku terima dari sekitarku ini yakni….

Aku tidak memiliki teman…. Lagi.

Kesulitan dalam menerima pelajaran karena alasan yang sama. Sehingga sekali lagi, layaknya saat SD maupun SMP. Di SMA ini, aku dianggap bodoh dan tidakk tahu apa-apa mengenai materi pelajaran. Meski, guru yang mengajarku memaklumi akan ketidaktahuanku, namun tetap saja, teman sekelasku tidak sependapat demikian.

Buruk dalam olahraga, tidak aktif di kelas, penampilanku yang terlihat serampangan, dan berbagai hal lainnya.

Bahkan Stella pun, satu-satunya orang yang paling dekat denganku di sekolah ini. Pada hari awalku bersekolah, sudah begitu kesulitan untuk menemui dirinya. Baik itu karena dirinya yang bersama teman kelasnya ataupun hal lainnya.

Sehingga hanya dapat menemui dirinya setelah pulang sekolah. Itupun kemudian pada pulang sekolah itu, pertemuan tersebut hanyalah sementara. Yang setelahnya, kami lalu pulang ke rumah masing-masing.

Singkatnya, pada hari-hari awalku sekolah, telah menjadi hal yang begitu buruk bagiku. Sehingga pikiran gagal untuk usahaku berubah, mulai memenuhi pikiranku. Pesimis dan kurang yakin apakah usahaku yang akan kulakukan ini apakah bisa benar-benar kulakukan atau tidak.

Walaupun layaknya kata pepatah….

Lihat selengkapnya