Hari Sabtu Malam.
Di salah satu restoran bintang empat di kota Sipiktar.
Dengan salah satu tempatnya telah di isi oleh beberapa orang, yang terlihat sambil membicarakan suatu hal seiring juga mereka menikmati hidangan kelas mewah yang ada di depan mereka. Yang diantara orang-orang tersebut aku ada di sana.
Bersama dengan Ian, yang dimana ini adalah lamaran yang dilakukannya. Dan aku yang sebagai salah satu perwakilan untuk sesi lamaran dirinya.
Mengingat aku adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa, tentunya hal ini akan terjadi. Bersama dengan pamanku dan istrinya yang menjadi perwakilan lainnya, sehingga aku tidaklah benar-benar sendirian, dan tidak terlalu merasakan beban atas hal ini.
Sebuah perbincangan terjadi di antara mereka semua yang ada di situ.
Pamanku, istrinya, Ian, Stella dan beserta orang tua nya.
Dimana inti pembicaraan mereka tentunya mengenai pernikahan antara Ian dan Stella nantinya, Semuanya terlihat berbincang dengan santai dan tenang. Dengan pamanku yang memang lebih banyak berbicara karena lumayan ahli untuk hal seperti ini. Dan Ian yang juga lebih banyak bicara, mengingat dirinyalah yang melamar disini.
Sedangkan aku yang berada di sana, hanya terdiam dan mendengar diskusi dan percakapan yang ada, sembari fokus menikmati hidangan yang berada di depanku.
Walaupun kadan kala aku merasa seolah Stella hendak mengikutkanku dalam percakapan, dengan mengajakku bicara atau hal sebagainya.
Namun kala ingin mengonfimasi hal tersebut. Yang kulihat hanyalah percakapan akrab dirinya dengan Ian. Dan seperti tidaklah berusaha untuk mengikutkanku.
Hingga di akhir prosesi. Dimana di kedua belah pihak sudah mendapatkan hasil dari lamaran ini. Ketika mulai menjadi percakapan santai, untuk hal memulainya tiba-tiba…
“Julan ada apa denganmu saat ini…? Daritadi kamu diam merenung terus, tidak bicara sama orang lain…”
Lebih tepatnya orang yang bertanya tersebut adalah Stella. Yang ketika pertanyaan itu keluar. Bukan hanya aku, seluruh orang pada waktu itu cukup terkejut, dan sekaligus pula membuat semua perhatian tertuju padaku. Dengan ekspresi mereka yang kurang lebih sama satu sama lain, yakni penasaran akan sikapku yang sedaritadi hanya berdiam diri saja.
Bahkan pamanku yang berada di sampingku, Dengan wajahnya yang sepertinya juga penasaran menatap ke arahku.
“ Benar juga. Kenapa ekspresimu seperti itu…? Harusnya kan kamu bahagiakan kalau kakakmu akan menikah?” tanya pamanku.
Entah bagaimana atau ekspresi apa yang kuperlihatkan kepada semua orang saat ini. Apakah ekspresiku memang sesuai dengan suasana hatiku, ataukah maksud perkataan Stella tadi hanyalah akalan dirinya agar aku bisa mengikuti percakapan.
Diriku tidak tahu.
Dan sebenarnya juga tidak terlalu memikirkan dan memusingkannnya. Bagaimanapun, selama semua ini berjalan baik, akupun tidak peduli meski berbohong kepada semuanya akan perasaanku sekarang ini.
“Tentu saja aku bahagia. Dan aku harapnya pun pernikahan Ian maupun Stella nantinya, benar-benar berjalan dengan lancar. Akupun sebenarnya daritadi diam, karena memikirkan akan pernikahan mereka bagus gimana…,”
aku lalu menjawabnya, dengan kebohongan yang seperti biasa aku lakukan.
Melanjutkan penjelasanku yang penuh kebohongan ini, dengan ekspresi yang kuanggap begitu terlihat senang dan bangga. Senyum yang selalu kugunakan ketika berbohong, sehingga membuatku yakin kalau senyumku ini begitu terpercaya.
Kemudian, dengan ekspresi yang orang-orang disekitarku kurasa juga percaya, yang membuatku yakin kalau aku berhasil meyakinkan mereka. Meskipun…
Sekali lagi, Stella yang mendengar penjelasanku. Wajahnya yang beberapa saat terdiam. Bukan kagum, ataupun ingin fokus untuk mendengarkan penjelasanku. Hanya terdiam menatapku dan tak berekspresi apapun.
Aku yang melihatnya sekilas, hanya bisa mengabaikan dan menganggap dirinya benar-benar fokus dengan apa yang kusampaikan.
Kemudian diakhir, saat kedua keluarga mulai berpamitan satu sama lain. Ian dengan Stella berpamitan satu sama lain. Layaknya pasangan pada umumnya, mereka saling membagi sayang mereka. Mengucapkan kata-kata sayang, yang saat aku mendengarnya, hanya perasaan kesal yang kurasakan.