Beberapa hari berlalu. Lebih tepatnya, hari ini adalah hari minggu.
Aku yang melakukan kegiatanku seperti biasanya. Yang ku mulai dari bangun pagi, mandi, sarapan, mengenakan setelanku, menonton beberapa berita dan sebagainya. Hingga kemudian aku menuju ke rumah sakit untuk menjenguk Stella.
Walaupun dibandingkan sebelumnya, bisa kukatakan kepergianku ke sana lebih pagi dari sebelum-sebelumnya. Dan juga selain itu pembeda lainnya yakni...
“Halo Stella. Ini aku, Ian,” sapaku ke Stella. Dimana sekarang ini, diriku mengaku sebagai Ian.
“Ian. Kamu datang yah,” balas dengan wajahnya yang terlihat begitu cerah dan ceria.
Aku lalu mendekati Stella. Menyimpan beberapa makanan yang telah kubawa sebelumnya ke meja dekat kasur Stella. Lalu duduk di kursi samping kasur Stella.
“Tentu saja aku datang Stella. Masa aku meninggalkanmu,” jawabku yang terdengar begitu hangat, layaknya yang biasa Ian lakukan ketika berbicara ke orang lain.
“Tapi… Apa kamu sudah benar-benar tidak ada lagi pekerjaan Ian?”
“Mengenai itu Stella. Karena sebelumnya aku terus-terusan sibuk kerja, juga perusahaanku sudah benar-benar mencapai tujuannya. Jadinya yah… bisa aku bilang, cukup berkurang Stella.”
“Baguslah kalau memang begitu Ian.”
Kurang lebih beginilah kegiatan yang telah kulakukan selama beberapa hari ini. Tepatnya, semenjak diriku mengaku sebagai Ian di depan Stella.
Walaupun bukan berarti, diriku sebagai Julan tidak lagi menjenguk Stella.
Singkatnya, tepat saat waktu biasaku datang menjenguk Stella sebagai Julan. Diriku yang sebagai Ian, kemudian undur diri. Dan beberapa menit setelahnya, akupun kemudian datang sebagai Julan.
Begitupun saat waktu sore kala aku biasanya menjenguk Stella setelah pulang kerja. Dimana dengan aku yang sebagai Julan datang duluan.
Dan setelah bagiku sudah cukup lama menemani Stella sebagai Julan. Akupun lalu berpamitan dengan Stella, dan beberapa menit kemudian kembali lagi ke ruangan Stella dan kali ini menjadi Ian.
Terasa begitu sulit, ribet dan menyusahkan saat melakukannya. Namun entah mengapa, dari kegiatan yang kulakukan ini, aku merasa cukup setimpal dengan hasil yang kudapatkan.
Senyum dari Stella dan juga wajah bahagia yang tak terlihat sama kesedihan di dalamnya. Bagiku adalah hasil yang benar-benar kuharapkan dari kegiatanku ini.
Yang dari Stella pun sendiri, sepertinya tidak ada rasa curiga maupun mempertanyakan akan situasi yang kubuat ini. Seolah, dirinya bersikap masa bodoh dan hanya benar-benar menikmati akan situasi yang dirasakannya sekarang ini. Terlebih saat bersamaku yang menjadi Ian.
Kemudian pada hari ini, tepatnya pada hari libur seperti sekarang ini. Aku lalu memutuskan untuk menjadi sosok Ian sepanjang hari. Sedangkan aku yang sebagai Julan, hanya mengunjungi Stella saat sore hingga jam besuk selesai.
Alasanku melakukannya yakni setelah sebelumnya kesedihan dan kegelisahnnya yang telah dirasakan Stella saat sebelum ide ini belum terpikirkan olehku. aku merasa kalau Stella mestinya mendapatkan waktu bersama yang lebih lama lagi dengan Ian.
Dan aku merasa hari liburlah yang dapat kujadikan sebagai waktu bagi Stella untuk mendapatkannya. Waktu bersama dengan pacar sekaligus tunangannya yakni Ian. Yang meski sekali lagi, kebenaran akan sosok Ian yang menemani Stella ini, tidak lain adalah aku.
Aku lalu membuka makanan yang kubawa yakni beberapa kue dan sedikit buah.
“Stella aku membawa beberapa makanan. Ada kue dan juga buah, kamu inginnnya makan yang mana?”
“Aku makannya buah saja dulu Ian. Dan Ian, di buah yang kamu bawa, ada apel enggak? Soalnya aku sekarang ini, inginnnya makan apel Ian.”
Tersenyum akan permintaan Stella, aku lalu menjawab.
“Ada kok Stella. Sini aku potongin. Kamu mau kulitnya aku kelupasin nggak?”
“Iya Ian, kelupasin kulitnya.”