Perasaan yang samar, dengan pikiranku yang istilahnya belum berfungsi dengan baik.
“Akhirnya kau bangun juga…”
Terdengar suara dari samping. Membuatku yang mendengarnya perlahan namun pasti, membuka mataku. Menguatkan kesadaranku dari kantuk yang kurasakan sebelumnya. Lalu pikiranku yang membuatku memproses atas apa saja yang telah terjadi dan alasanku bisa di sini sekarang ini.
Juga mengenai asal dari suara tersebut….
“Ian kah….?” tanyaku ke orang yang telah memanggilku ini. Dengan suara laki-laki yang begitu mirip dengan suaraku, tentu saja yang memiliki itu hanya Ian seorang.
“Benar Julan ini aku,” jawab Ian. Dengan suaranya yang begitu dingin dan tak peduli, yang seperti biasanya kala saat berbicara padaku.
Setelah kesadaranku telah benar-benar pulih. Memahami situasiku dengan baik dan kemudian merenunginya.
“Kau sendiri kan…?”
“Iya,” balas Ian singkat
“Terus… sudah berapa lama aku terbaring…?”
“Sekitar tiga hari.”
“Terus Stella? Bagaimana keadaannya sekarang?”
“Seperti yang kau harapkan. Dia sekarang baik-baik saja, dan sekarang ini sedang tahap pemulihan.”
Aku menghela napasku lega saat mendengarnya. “Syukurlah kalau begitu.”
Dengan posisiku yang terbaring, aku kemudian tersenyum lebar.
Begitu lega dan tenang karena situasi sekarang telah sesuai dengan apa yang telah kuharapkan. Yang menjadi sesuatu yang cukup jarang padaku untuk terjadi.
“Dan mengenai permintaanmu yang lainnya. Setelah kau keluar dari rumah sakit, baru aku akan membawamu ke sana. Termasuk juga pelayan yang akan melayanimu dan menemanimu,” tambah Ian mengenai permintaanku yang kuminta ke dirinya sebelumnya.
“Berarti setelah ini aku sudah benar-benar tidak perlu khawatir lagi,” ujarku santai seolah tak ada tekanan ataupun beban yang kurasakan.
Sedangkan Ian, terdengar menghela napasnya panjang seperti bingung akan suatu hal.
“Sepertinya kau benar-benar tidak menyesalinya Julan.”
Diriku hanya menanggapinya dengan senyum kecil.
“Sudah kukatakan bukan. Selama itu membuat Stella bahagia, apapun akan kulakukan. Bahkan termasuk hal seperti ini.”
“Terserahmu saja Julan.”
“Kalau begitu…,” langkah Ian lalu terdengar menjauhiku hingga terdengar pintu terbuka, dengan suara langkah tersebut yang berlanjut.
“Aku akan menemui Stella kalau begitu. Juga memberikan selamat ke dianya.”
Diriku hanya terdiam, denganku yang lalu membelakangi dirinya dan tak menanggapinya sama sekali. Kemudian, pintu ruanganku terdengar tertutup. Yang setelahnya kesunyian terjadi di dalam sini.
Tak ada lagi suara ataupun omongan seperti sebelumnya. Melainkan diriku yang hanya sendirian dan tak ada lagi.
“Aku tidur saja…”
Aku lalu memperbaiki posisiku, dengan dapat membuatku mendapatkan posisi yang nyaman bagiku.
Menutup mataku sekali lagi, dengan pandanganku yang sebenarnaya sedaritadi sudah telah benar-benar gelap.
***
Dua minggu kemudian.
Berada dalam mobil, perjalananku menuju ke tempat tinggal baruku. Pandanganku ke arah jendela mobil, meskipun yang kulihat sama sekali tidak ada selain hanya hitam gelap.
Menggunakan kacamata hitam, dan tongkat yang sedang kupegang. Dan hanya bisa terdiam dalam perjalanan, dengan pikiranku yang masih saja melayang memikirkan banyak hal.
“Jadi Ian, bagaimana usahamu nantinya untuk mengelabui Stella tentangku?” tanyaku ke Ian yang sedang menyetir mobil yang kunaiki sekarang ini. Mencoba menghilangkan ketenangan yang telah ada pada hampir separuh perjalanan kami ini.
“Mengenai itu aku sudah melakukannya kemarin. Saat aku mengantar Stella dan orang tuanya pulang ke rumah, saat itu aku memberitahukan kalau hubungan kita berdua sudah begitu buruk. Sampai-sampai aku berbohong kalau, kau sampai pindah ke kota lain saking muaknya kau denganku.”
Belokan tajam yang berada di depan, membuat Ian lalu mengambil perseneling, memutar setir dan berbelok dari belokan itu, dan selanjutnya jalanan menjadi lurus kembali.