Ian's Stories: My True Happines

Muh Fajrin
Chapter #9

KABAR YANG MENGAWALINYA

Sebuah kabar, yang pagi tadi diberitahukan oleh pamanku. Dimana kabarnya kurang lebih mengenai hal yang terjadi kepada Stella— Tidak.

Lebih tepatnya, Stella beserta ayah dan ibunya.

Sebuah kecelakaan yang terjadi pada mereka.

Dimana sebelumnya, ketika ayah dan ibu Stella hendak mengantar Stella ke bandara untuk pekerjaan Stella di luar kota. Di pertengahan jalan, mereka secara tidak sengaja bertabrakan dengan mobil lain. Yang diketahui kalau, si pengendara mobil tersebut, sedang mengalami mabuk berat. Dan secara tidak sadar menabrak mobil ayah Stella.

Tabrakan yang cukup luar biasa, yang bahkan dari kabar yang disampaikan pamanku. Ayah dan Ibu Stella sedang mengalami masa kritis bahkan sampai sekarang ini, akibat dari kecelakaan tersebut.

Sedangkan untuk Stella, meski tidak separah orang tuanya, namun keadaannya pun hingga saat ini masih belum sadarkan diri. Yang diberitahukan oleh dokter yang merawatnya, kalau Stella sepertinya mengalami gegar otak akibat kepalanya yang terkena benturan dari kecelakaan itu.

Dan dari kabar lain mengenai Stella menurut yang disampaikan pamanku, diberitahukan kepadanya kalau kemungkinan Stella memiliki masalah lainnya selain hanya gegar otak yang dialaminya.

Yang bagiku, sambil menuju ke rumah sakit tempat Stella dirawat, membuatku makin resah, khawatir akan keadaan Stella. 

Sesampainya disana. Menuju ke ruang kamar dimana Stella dirawat, sesuai yang pamanku katakan sebelumnya. Dan di dalam ruangan, selain pamanku ada juga beberapa orang yang sepertinya teman Stella. Dan salah satu orang, yang tidak lain adalah Ian.

Berjalan menuju ke sana, aku kemudian menghampiri pamanku. Sebagai orang satu-satunya yang dapat kuajak bicara diantara kumpulan orang ini.

“Paman. Jadi...bagaimana?! Apa ada kabar terbaru lagi?!”

Pamanku menggelengkan kepalanya dengan wajahnya yang menunjukkan bagiku jawaban yang belum disampaikannya.

“Tidak ada Julan. Selain kabar yang paman sampaikan ke kamu tadinya.”

“Begitu yah…”

Aku tertunduk lemas mendengarnya.

Sembari diriku tertunduk, dengan kerisauan dan khawatirku yang sebagai menjadi-jadi. Sebuah tepukan yang pamanku berikan, yang saat merasakan tepukan itu, aku sedikit terkejut karenanya.

“A-Ada apa paman…?” diriku yang mempertanyakan tepukan pamanku tersebut.

“Begini Julan. Karena kamu ada disini… jadi paman rasa, paman tidak perlu ada disini lagi Julan.”

Tidak sempat diriku bereaksi mengenai yang dikatakan pamanku. Pamanku seketika mulai berjalan meninggalkan tempatnya menunggu tadi. Menuju ke Ian, dan kurang lebih memberitahukan hal yang sama ke dia. Dan setelahnya, paman mulai berjalan keluar dari dalam ruangan, tanpa diriku pun sempat mengatakan atau berkomentar atas pernyataannya.

Namun, berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, diriku lalu duduk pada salah satu bangku. Menunggu kabar selanjutnya dari Stella, layaknya teman-temannya dan Ian.

Waktu demi waktu berlalu.

Satu per satu teman Stella, pada akhirnya mulai pulang. Dengan alasan mereka pulang, yang sepertinya karena mulai lelah menunggu lama. Dan lebih memilih untuk mendengarkan berita akan keadaan Stella melalui telephone.

Sedikit makin sedikit berkurang teman Stella untuk menunggu di sini. Yang tanpa aku sadari selama diriku menunggu. Di dalam ruangan Stella dirawat, yang masih menunggu di sini dipandanganku hanyalah Ian tersisa.

Lihat selengkapnya