Sore hari. Pulang kerja.
Keluarku dari kantor, akupun lalu menaiki salah satu taksi yang telah kupanggil. Memberitahukan tempat tujuanku, yakni rumah sakit tempat Stella dirawat. Setelah ku dua minggu ini tidak mengunjunginya, hingga akhirnya sekarang ini aku melakukannya.
Memerhatikan ke arah luar jendela taksi, sembari pikirku mengenai masalah-masalah yang ada sekarang ini. Memerhatikan salah satu kios di pinggir jalan, yang membuatku kepikiran suatu hal.
“Apakah sebaiknya aku membelikan oleh-oleh untuk Stella...?” yang setelahnya, aku mulai meminta supir taksi berhenti sebentar, membeli beberapa cemilan dan sebagainya, kemudian lanjut kembali menuju ke rumah sakit tempat Stella dirawat.
Sesampai di rumah sakit, au kemudian berjalan menuju ke ruangan Stella dirawat. Tanpa ada ekspektasi ataupun harapan apa-apa nantinya, selain hanya senyum tenang dan sikap tegar atas situasinya sekarang ini.
Menanyakan kabar dirinya, perasaannya sekarang ini setelah mendengar info akan mata yang akan didonorkan ke dirinya. Dan mungkin sedikit percakapan kecil dengan dirinya.
Singkatnya melakukan usaha-usaha yang kuharapkan mampu membuat Stella melupakan kabar yang kurang baik tersebut.
Aku lanjut berjalan menuju ke ruangan Stella di rawat. Dan denganku yang terlalu memikirkan akan masalah ini. Bahkan kekhawatiranku yang dulu akan keberadaan Ian di sana nantinya, sudah sama sekali tidak kupikirkan.
Berada di depan pintunya, yang untuk beberapa saat aku berdiri terdiam di sana. Walau dengan perasaan yang bercampur aduk, akupun tidak terlalu lama melakukannya.
Membuka pintu ruangan Stella, tanpa ku berusaha untuk tahu ada tidaknya seseorang di dalam kamar selain Stella.
Lalu ketika terbuka, suasana begitu tenang.
Stella terduduk dari kasurnya, memandang ke arah jendela meskipun tahu tak ada yang bisa dilihatnya di sana.
Suara pintu kubuka yang seperti biasanya menimbulkan bunyi, sehingga Stella berbalik ke arah pintu. Wajahnya yang begitu penuh tanya dan penasaran, layaknya yang biasa ia perlihatkan kala ku mampir ke sini.
“Siapa di sana?” tanya nya dengan pertanyaan yang seperti biasanya dia lontarkan. Dengan wajahnya yang penuh tanya, wajah ramah, dan bahkan kabar tidak baik akan matanya, kulihat tidaklah membuat dirinya murung ataupun sebagainya.
Yang akupun lalu menghela napas singkat setelah sekian lama tidak melihat wajahnya tersebut. Aku lalu tersenyum lega sembari berjalan mendekati Stella. Menjawab pertanyaan yang Stella tanyakan dengan jawaban yang biasanya aku sampaikan.
“Ini aku, Stella,” jawabku seperti biasanya.
Meski saat bersamaan aku tahu, kalau diriku menjawab seperti ini, maka jawaban Stella…—
“Julan!? Apa itu kamu…?”
“Eh…!” diriku tersentak sebentar. Dengan mataku yang refleks sedikit terbelalak, berdiri terdiam dan pikiranku terhenti sebentar yang membuatku beberapa saat bingung.
“I-Iya Stella…. Ini aku Julan,” jawabku dengan kebingunganku sekarang ini.
Menanggapinya, Senyum Stella kemudian terlihat makin melebar karenanya. Yang membuatku tersenyum bodoh sembari ku berjalan mendekati Stella.
“Akhirnya kamu datang Julan…” ungkap Stella ke diriku yang saat itu pula aku duduk di kursi samping Stella.
“Padahal selama aku di sini, kamu yang paling sering datang untuk menjengukku Ian. Namun dua minggu setelahnya kamu tiba-tiba…”
“Itu karena aku ada pekerjaan Stella…!” seruku dengan cepat.
“Maksudku…kamu ingatkan apa yang kukatakan dulu terakhir kali aku datang ke sini. Ternyata pada saat rapat itu, aku diberi pekerjaan yang sehingga ngebikin aku lembur selama ini. Dan baru sekarang aku bisa mengunjungimu Stella.”
“Begitu…”
Sekali lagi, aku hanya tersenyum bodoh kala mendengar Stella yang tersenyum lembut ke arahku. Mungkin karena sudah lama aku tidak menemui dirinya ataupun alasan lainnya. Namun apapun itu, melihat dirinya baik-baik saja dan masih tersenyum seperti ini, bagiku adalah hal yang sudah cukup.
“Namun Julan…,” ujar Stella yang menghilangkan suasana tenang sesaat tadi. Dengan dirinya yang lalu tertawa kecil untuk memulainya, Stella lalu melanjutkan.
“Setelah kupikir, agak lucu aja akan kedatanganmu yang baru sekarang ini…”
“Maksud kamu Stella…?” tanyaku yang agak bingung.
“Habisnya, saat Ian yang sibuk kerja dan tidak sempat menemuiku. Kamunya yang malahan meluangkan waktu untuk menjengukku. Meskipun ada masanya kalian meluangkan waktu untuk menjengukku walau dengan saat yang tidak bersamaan. Namun sekarang, giliran kamunya yang sibuk Julan. Lalu Ian yang malahan lebih luang. Bagiku sendiri itu agak lucu Julan…”
Akupun hanya tertawa terpaksa kala mendengarnya. Denganku yang seolah ingin mengatakan pada Stella.