Lembah Ratapan, sebuah tempat yang menjadi legenda dan sering diperbincangkan didunia persilatan. Banyak orang yang ingin masuk ke sana, namun tidak ada yang mengetahui jalannya. Lembah ini seakan dikelilingi oleh energi misterius yang membutuhkan cara khusus untuk memasukinya.
Di tengah lembah misterius tersebut, tampak seorang pria tua sedang menggendong anak muda dengan pakaian berlumur darah yang sudah mengering cukup lama. Uniknya, walaupun sedang membawa seseorang, kakek tua itu tampak sangat enteng berlari dan melompat dari ranting-ranting pohon layaknya seekor tupai dengan kecepatan walet. Gerakannya terlihat sangat lincah berbanding terbalik dengan usianya yang sudah sangat renta.Hampir satu penanakan nasi pak tua itu berlari dan akhirnya dia sampai di sebuah gua yang cukup besar dan mulai memasukinya.
Mungkin orang akan kaget dengan gua yang terlihat angker tersebut, karena bagian dalamnya tak ubahnya sebuah rumah yang lengkap dengan perabotannya. Sesampainya di sana, pak tua itu langsung menghidupkan obor hanya dengan mengayunkan tangannya dan gua tersebut sudah cukup terang sekarang. Ia kemudian meletakkan sosok remaja yang tak lain adalah Rangga di atas sebuah tikar dan mulai mengaduk-aduk lemari tua yang ada disudut ruangan itu. Ia langsung mengambil beberapa tumbuhan dan setelahnya suara dentingan demi dentingan terdengar cukup lama sebelum akhirnya ramuan yang dibuat oleh pak tua itu selesai. Dia kemudian meminumkan ramuan tersebut pada Rangga yang tampaknya sudah dalam kondisi kritis.
Nafas Rangga terdengar pelan dan lambat pertanda waktunya tidak akan lama lagi. Bocah malang ini juga kehilangan banyak darah yang membuat kondisinya semakin parah.
"Hhhh... aku tidak tahu kenapa aku sampai menolongmu seperti ini anak muda" desah lelaki tua itu sambil berdiri menuju sebuah altar yang ada di ruangan tersebut.
"Heaaahh!!!" dia mengayunkan dua jarinya yang berwarna merah pekat itu ke arah altar tersebut dan ajaibnya tiba-tiba dinding goa pada sisi yang lain bergerak dan menampakkan sebuah bola kecil berwarna merah pekat dan bercahaya dengan sangat indah.
"Kekekeke.... Aku hanya merasa ini adalah takdir" ujarnya sebelum mengayunkan jarinya dan membuat bola tersebut melayang dan masuk ke mulut Rangga.
"Intiii Lembah Ratapan... tunjukkanlah keajaibanmu" teriak kakek tersebut yang diiringi dengan gempa bumi dahsyat pada area tersebut. Kakek tua itu sendiri tampaknya menggunakan kekuatannya untuk melindungi gua agar tidak runtuh karena gempa dahsyat yang tiba-tiba muncul itu.
Tidak hanya gempa, petir mulai menyambar dengan ganas di seluruh area lembah ratapan yang membuat tanah muncrat ke udara. Keadaan di luar sangat mengerikan, sementara itu tubuh Rangga tiba-tiba melayang dan memancarkan sinar merah yang tampak mengerikan.
"Anaaak muda... aku tidak tahu takdir apa yang menggerakkan hatiku, namun mulai sekarang kau adalah muridku!! Kekekekeke"
***
Pertapa setan sebelumnya menemukan tubuh Rangga tidak jauh dari perbatasan lembah ratapan. Entah takdir macam apa yang membuat bocah ini bisa menembus dua lapis ilusi yang ada di sana. Tampaknya ketidaksadaran dan keinginan untuk hidup yang begitu kuat mengantarkan pemuda malang ini bertemu dengan salah satu sosok legenda yang namanya bahkan tidak pernah hilang dari hiruk-pikuk dunia persilatan.
"Pertapa Setan", dia adalah salah seorang pendekar yang tidak memiliki golongan. Ia hanya berpihak pada hatinya sendiri dan kebenaran yang ia percaya. Pendekar ini tidak segan membunuh golongan hitam ataupun putih jika mereka cari masalah dengan apa yang Pertapa Setan ini lindungi. Namanya sendiri sudah sangat dikenal dan sanggup membuat raja dari sebuah kerajaan berlutut untuk menyambutnya.
Namun sepuluh tahun yang lalu ia menghilang. Pertapa Setan seolah lenyap dari berita dunia persilatan setelah pertarungan terakhirnya melawan Yuziozu si Buta Hati dari gologan hitam. Pertarungan yang memakan waktu tujuh hari tujuh malam tersebut berakhir dengan kemenangan Pertapa Setan, namun dia dikabarkan juga menderita luka yang amat fatal dan memutuskan untuk menyendiri dan menyembuhkan tubuhnya. Untuk si Buta Hati sendiri mengalami luka yang sangat parah, kedua tangannya hancur akibat benturan serangan dengan Pertapa Setan, dan dedengkot golongan hitam ini akhirnya memutuskan untuk kabur karena masih menyayangi nyawanya.
Kembali ke pertemuan pertapa ini dengan Rangga, awalnya dia tidak mau menolongnya. Namun setelah melihat panjangnya jejak darah yang ditinggalkan Rangga hanya dengan merangkak, membuat hati pria tua ini tersentuh. Dia sendiri paham, manusia tidak ada yang abadi. Dan ilmu akan hilang jika tidak diwariskan, dan karenanya pada saat itu juga dia memutuskan untuk menjadikan Rangga sebagai pewarisnya. Dan begitulah, pak tua ini bahkan memberikan inti lembah ratapan pada bocah malang ini yang akhirnya membuat semua keanehan lembah ratapan menghilang setelah bencana dahsyat yang terjadi sebelumnya.
"Kekeke... bocah bau, sepertinya kau memiliki bakat yang bagus"
Pak tua itu memuji Rangga di tengah pertarungan latihan mereka. Pertarungan ini sendiri merupakan pelatihan bagi Rangga dalam menggunakan ilmu meringankan tubuh yang ia pelajari. Rangga sendiri sudah dilatih selama bertahun-tahun oleh pak tua ini dan hampir semua ilmu yang ia miliki sudah ia ajarkan pada bocah yang sudah beranjak dewasa ini. Rangga yang dulunya terlihat biasa-biasa saja sekarang memiliki penampilan yang dapat menjebak kaum hawa dalam kenikmatan cinta.
Jubah merah gelap dengan rajutan bergambar tengkorak pada bagian belakangnya terlihat sangat cocok dikenakan oleh Rangga. Postur tubuhnya saat ini juga terlihat bagus dan terlatih. Ikat kepala berwarna merah yang ia kenakan serta rambut panjang terikat yang ia miliki seakan menggambarkan sosok pejuang yang tidak kenal takut.
Pelatihan mereka kali ini cukup sederhana, di mana Rangga diminta untuk menangkap kakek tua itu bagaimanapun caranya, dan ini adalah ujian yang diberikan pada Rangga sebelum ia diminta untuk turun gunung. Jika dia gagal maka dia akan mendapatkan hukuman yang mengerikan dengan porsi latihan beberapa puluh kali lipat yang tentu akan membuat tubuhnya setengah hidup dan setengah mati.
"Desssshhh"
Dengan cepat Rangga sudah berada di belakang kakek tua itu. Namun kakek itu juga bukan kakek biasa, jadi dia bisa dengan mudah menghindari sambaran dari Rangga.
"Hehehe... ika kau ingin adu kecepatan, maka kau memilih lawan yang salah bocah bau" tawannya sambil mengejek Rangga.
"Dasar kakek bau tanah" maki Rangga seraya melepaskan pukulan tenaga dalam murni miliknya.Selama beberapa tahun ini dia sudah dilatih dan diberikan pelajaran-pelajaran baru dan menanamkan pemahaman baru dalam pikiran Rangga. Pemahaman yang paling ia ingat adalah mengenai peringkat di dalam seni beladiri "Tidak ada yang gunanya peringkat tenaga dalam, dan tidak ada hubungannya dalam menentukan kemenangan dalam pertarungan"
Seni beladiri adalah sesuatu yang kompleks yang dipengaruhi berbagi faktor, hal ini membuat seseorang dari tingkat rendah sekalipun masih dapat membunuh mereka dengan kekuatan tenaga dalam yang jauh lebih tinggi.
"Inilah yang disebut dengan beladiri!!!" Tidak peduli seberapa lemah tenaga dalam seseorang, jika berada dalam pertarungan hidup dan mati maka dia harus mati-matian membela dirinya dan melindungi selembar nyawa yang ia miliki.