IBLIS BERTOPENG GURU BESAR

Rizki Ramadhana
Chapter #2

Harapan dan Janji


"Proposal ini sudah hampir selesai, Pak. Saya berharap bisa mendapatkan masukan dari Bapak sebelum akhir minggu," ucap Rye dengan nada penuh antusiasme di telepon. Suara di seberang terasa lambat, namun Tossy menjawab dengan datar, "Tentu, kirim saja. Saya akan memeriksanya secepat mungkin."


Rye menutup telepon dengan senyum tipis, keyakinannya kembali terbangun. Kegiatan akademiknya kian padat, dan ia merasa lebih termotivasi dari sebelumnya. Setiap pagi, Rye menyalakan laptopnya di perpustakaan, menatap deretan jurnal yang sudah ia kumpulkan selama berminggu-minggu. Ia begitu antusias untuk menyempurnakan proposal penelitiannya.


Di sekelilingnya, mahasiswa-mahasiswa lain tampak sibuk dengan tugas mereka, tapi fokus Rye tidak pernah goyah. Jari-jarinya menari di atas keyboard, mengetikkan ide-ide yang muncul di benaknya dengan cepat. Topik penelitiannya mengenai pengaruh ekosistem bisnis di Indonesia mulai terbentuk dengan jelas di pikirannya. Setiap kali ia merasa mentok, ia akan kembali membuka artikel ilmiah yang relevan, mencari inspirasi dari literatur yang ia baca.


Waktu terasa berlalu begitu cepat saat Rye tenggelam dalam pekerjaannya. Seiring hari semakin sore, cahaya matahari yang masuk melalui jendela mulai meredup, tetapi semangat Rye tetap membara. Ia tahu, semakin baik ia mempersiapkan proposal ini, semakin besar peluangnya untuk mendapatkan bimbingan yang efektif dari Professor Tossy.


Tapi meskipun begitu, ada sesuatu yang sedikit mengganggu. Kata-kata Tossy di telepon terasa terlalu santai. Rye berharap dosennya akan lebih terlibat dalam prosesnya, mengingat betapa pentingnya penelitian ini bagi masa depannya. Namun, ia berusaha menyingkirkan pikiran negatif itu, memilih untuk percaya bahwa semua akan berjalan lancar.


Seminggu kemudian, proposal penelitian Rye sudah siap. Ia membacanya sekali lagi dengan cermat, memastikan bahwa tidak ada detail yang terlewat. Setiap paragraf ditulis dengan hati-hati, setiap argumen didukung dengan data yang kuat. Hati Rye dipenuhi rasa bangga saat ia menekan tombol "kirim" di emailnya, mengirimkan proposal itu kepada Professor Tossy.


"Ini dia," bisik Rye kepada dirinya sendiri, sambil menatap layar laptop. "Sekarang tinggal menunggu."


Hari-hari setelah pengiriman proposal itu, Rye kembali menjalani rutinitasnya di kampus. Pagi harinya dihabiskan di perpustakaan, membaca dan meneliti, sementara sore harinya ia mengikuti beberapa seminar yang disarankan oleh teman-temannya. Namun, setiap kali ia melihat ponselnya, ia merasa sedikit cemas. Tidak ada balasan dari Tossy. Hari berganti hari, dan setiap kali ia membuka email, hasilnya tetap sama. Kosong.


Suatu sore, saat Rye sedang merapikan catatannya di perpustakaan, ponselnya berbunyi. Ia langsung mengambilnya dan melihat nama Tossy muncul di layar. Dengan cepat ia mengangkat telepon.


"Rye, saya belum sempat melihat proposal Anda," kata Tossy tanpa basa-basi. "Mungkin minggu depan saya akan punya waktu."


Rye berusaha menahan kekecewaannya, meskipun suaranya terdengar sedikit tegang saat menjawab, "Baik, Pak. Saya akan menunggu."

Lihat selengkapnya