"Pak Tossy, saya benar-benar butuh bimbingan saat ini. Proposal saya sudah lama tertunda, dan saya tidak bisa melanjutkan tanpa arahan dari Bapak," tulis Rye dalam pesan singkat yang ia kirimkan dengan harap-harap cemas. Ia sudah mengirim pesan serupa beberapa kali, baik lewat pesan singkat maupun email. Namun, setiap kali, ia menerima jawaban yang sama: tidak ada balasan.
Rye memandangi layar ponselnya dengan hati yang semakin berat. Sudah berminggu-minggu sejak pesan terakhir dari Tossy, dan sampai saat ini tidak ada tanda-tanda bahwa promotor itu akan merespons. Rasa frustrasi dan tekanan semakin menguasai dirinya. Ia merasa seperti terjebak dalam siklus yang sama—menunggu tanpa ada hasil. Setiap harapan akan arahan yang konkret selalu berakhir pada kekecewaan.
Di dalam kamar apartemennya yang sunyi, Rye duduk memandangi tumpukan buku dan jurnal yang berserakan di atas meja. Semua bahan penelitian yang telah ia kumpulkan terasa tidak ada gunanya tanpa bimbingan yang jelas. Lebih buruk lagi, setiap bulan ia harus membayar biaya SPP yang terus berjalan, sementara tidak ada perkembangan nyata dalam penelitiannya.
Rye merasa semakin tertekan. Biaya pendidikan yang tinggi menjadi beban tambahan yang sulit ia abaikan. Ia telah mengorbankan banyak hal untuk mencapai impiannya menyelesaikan program doktoral, tetapi kini semuanya terasa seperti sia-sia. Ia membayar untuk sesuatu yang tidak ia dapatkan.
Dengan perasaan tak menentu, Rye membuka laptopnya dan menulis email baru kepada Tossy. Kali ini, ia memutuskan untuk lebih mendesak, berharap Tossy akan merespons dengan serius.
Subjek: Permohonan Bimbingan Mendesak
"Pak Tossy yang terhormat,
Saya ingin mengingatkan kembali bahwa proposal saya sudah lama tertunda, dan saya belum mendapatkan bimbingan yang cukup dari Bapak. Saya sangat membutuhkan arahan agar bisa melanjutkan penelitian ini. Mengingat waktu yang terus berjalan dan biaya yang harus saya tanggung, saya berharap Bapak bisa memberikan waktu untuk membahas proposal saya dalam waktu dekat.
Terima kasih atas perhatian Bapak.
Salam,
Rye Akai"
Setelah menekan tombol "kirim," Rye duduk terdiam, menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan pernah datang. Ia berharap kali ini, Tossy akan menyadari urgensi permohonannya. Tetapi, jauh di lubuk hatinya, Rye tahu bahwa harapan itu tipis. Tossy selalu sibuk, selalu ada alasan.