Hari itu, Rye sedang duduk di ruang bacanya, berusaha fokus menyelesaikan revisi penelitiannya berdasarkan masukan dari Profesor Andika. Pekerjaannya mulai menunjukkan kemajuan nyata, namun perasaan frustrasi terus membayangi pikirannya. Ia tahu bahwa selama Tossy masih memegang kendali sebagai promotor utamanya, kemajuan penelitiannya tidak akan berjalan semulus yang diharapkan.
Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Rye menatap layar dan melihat notifikasi email dari universitas. Ia segera membuka email tersebut dengan harapan ada perkembangan terkait laporan resminya terhadap Tossy.
Subjek: Status Laporan Formal Anda
"Yth. Saudara Rye Akai,
Kami ingin memberitahukan bahwa proses peninjauan atas laporan formal Anda mengenai keluhan terkait promotor utama masih dalam proses. Kami mohon kesabaran Anda selama kami memverifikasi lebih lanjut. Tindak lanjut akan dilakukan setelah semua informasi terkumpul.
Salam,
Administrasi Akademik"
Rye merasakan gelombang kekecewaan yang menghantam dirinya. Email itu adalah balasan yang sangat ia tunggu, tetapi isinya tidak memberikan kepastian atau solusi konkret. "Masih dalam proses" adalah kalimat yang paling sering ia dengar dari universitas belakangan ini, dan ini hanya memperparah rasa frustasinya. Setiap hari yang berlalu tanpa jawaban adalah waktu yang terbuang.
"Berapa lama lagi gue harus nunggu?" Rye bergumam pada dirinya sendiri. Ia sudah menjalani proses ini selama berbulan-bulan, namun tetap tidak ada tindakan nyata dari pihak kampus.
Ponselnya kembali berbunyi, kali ini notifikasi pesan dari Tossy.
Tossy: "Maaf, Rye. Saya harus menunda pertemuan kita hari ini. Ada hal yang mendadak muncul. Nanti kita jadwalkan ulang."
Rye menatap pesan itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Ini bukan pertama kalinya Tossy membatalkan pertemuan mendadak. Selalu ada alasan, selalu ada hal lain yang dianggap lebih penting daripada penelitiannya. Rasanya, tidak ada akhir dari siklus ini—penundaan, janji kosong, dan ketidakpastian.
Frustrasi Rye semakin memuncak. Setelah berminggu-minggu berusaha sabar, kini ia merasa seolah-olah semua usahanya untuk maju dihalangi oleh Tossy dan lambatnya respons dari universitas.