IBLIS BERTOPENG GURU BESAR

Rizki Ramadhana
Chapter #27

Pertemuan Rahasia

Malam itu, di sudut kafe yang sepi di dekat kampus, Rye duduk bersama tiga mahasiswa lainnya. Wajah mereka tampak lelah, penuh dengan kegelisahan yang sama seperti yang dirasakan Rye. Mereka semua duduk mengelilingi meja kecil, berbisik, mencoba menjaga percakapan mereka agar tidak terdengar oleh pengunjung lain. Ini adalah pertemuan pertama mereka—pertemuan yang dirancang secara rahasia untuk membicarakan masalah serius yang mereka hadapi.


"Jadi, kita semua mengalami hal yang sama," kata Nara, seorang mahasiswa doktoral di bidang sains yang juga sedang berjuang dengan masalah promotor. Ia menatap Rye dan mahasiswa lainnya dengan serius. "Promotor kita semua tidak melakukan tugasnya dengan benar, dan kita semua merasa seperti terjebak tanpa jalan keluar."


Rye mengangguk, merasakan ketegangan dalam suasana. Ia sudah lama menyimpan perasaan ini, tetapi mendengar orang lain juga mengalami hal serupa membuatnya merasa lebih terhubung. "Iya, gue sendiri udah lama ngerasa kayak terombang-ambing tanpa arah. Tossy selalu ngasih janji kosong, dan gue nggak tahu harus ngapain lagi."


Mira, seorang mahasiswa di bidang hukum yang juga mengalami masalah serupa, menambahkan, "Gue juga sama. Promotor gue selalu bilang sibuk, dan kalaupun gue bisa ketemu, bimbingannya minim banget. Rasanya udah nggak ada harapan."


Mereka semua saling menatap, seolah-olah mencari penguatan dari satu sama lain. Tekanan yang mereka rasakan tidak hanya datang dari akademik, tetapi juga dari mental—beban yang semakin berat seiring berjalannya waktu.


“Kita nggak bisa terus kayak gini,” kata Dimas, mahasiswa teknik yang paling pendiam di antara mereka. “Kita harus lakukan sesuatu. Kalau kita cuma diam dan nunggu, mereka nggak akan berubah.”


Rye menarik napas panjang, merasakan beban yang sama. “Masalahnya, kita nggak tahu harus mulai dari mana. Universitas udah tahu soal laporan gue, tapi prosesnya lambat banget. Tossy masih terus ngelak dari tanggung jawab.”


Nara menatap mereka satu per satu sebelum berkata, “Mungkin kita bisa mengubah taktik. Kita nggak bisa lagi hadapi ini sendirian. Kita harus bergerak bersama-sama, biar universitas lihat kalau ini bukan cuma masalah satu orang. Kita bisa bawa ini ke tingkat yang lebih tinggi.”

Lihat selengkapnya