Meskipun investigasi terhadap Tossy dan beberapa promotor lain sudah dimulai, Rye tahu bahwa prosesnya akan memakan waktu yang lama. Ia tidak bisa terus menunggu dan berharap bahwa semuanya akan segera berubah. Tossy, meskipun sekarang dalam penyelidikan, masih tetap menghindari tanggung jawab. Bimbingan yang selama ini ia harapkan tidak pernah datang. Rye sadar bahwa untuk sementara waktu, ia harus mengandalkan dirinya sendiri untuk melanjutkan penelitiannya.
Pagi itu, Rye duduk di depan laptopnya dengan kopi yang mengepul di meja. Ia memandangi draf penelitiannya, yang masih setengah jalan. Sejak beberapa minggu terakhir, ia lebih banyak bergantung pada bantuan Profesor Andika, namun pada akhirnya, Rye tahu bahwa dirinya sendirilah yang harus mengatasi masalah yang ada.
“Gue bisa, gue harus bisa,” Rye berbisik pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan rasa cemas yang selama ini menyertai setiap langkahnya. Di dalam hatinya, ia merasa ada dorongan untuk terus maju, meski tanpa bimbingan dari Tossy.
Selama beberapa jam, Rye tenggelam dalam pekerjaannya. Ia mulai menulis ulang bagian-bagian yang terasa kurang jelas, mencari referensi tambahan, dan merombak beberapa struktur penelitiannya. Setiap kata yang ia tulis terasa seperti langkah kecil menuju penyelesaian, meski tantangan di depannya masih berat.
Namun, di tengah-tengah menulis, sebuah pikiran melintas di benaknya. Bagaimana jika hasil investigasi universitas tidak sesuai harapan? Bagaimana jika Tossy tidak pernah bertanggung jawab, dan ia tetap harus berjuang sendirian? Pikiran itu menghantam Rye dengan keras, membuatnya berhenti sejenak.
“Lo nggak boleh terus-terusan bergantung sama investigasi,” Rye berbicara pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan hatinya. “Lo harus jalan terus, walaupun Tossy nggak ada. Ini penelitian lo, dan lo yang harus selesain.”
Rye kembali fokus. Meskipun ia masih merasa sedikit tertekan, ada rasa tekad yang semakin kuat di dalam dirinya. Ia tahu bahwa ia harus terus berjuang, bahkan jika itu berarti melakukannya sendirian.
Sore harinya, Rye memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kampus, mencoba merilekskan pikirannya yang lelah setelah seharian bekerja. Di bangku taman, ia melihat beberapa mahasiswa yang sedang belajar bersama, tertawa dan berdiskusi tentang tugas-tugas mereka. Melihat itu, Rye merasa sedikit iri. Meskipun ia punya teman seperti Nara dan Mira, sebagian besar waktunya dihabiskan sendirian, terutama dalam penelitian ini.