Malam itu, setelah mengirimkan penelitiannya, Rye duduk di balkon apartemennya, memandangi langit yang gelap bertabur bintang. Suara angin yang sepoi-sepoi menyapu wajahnya, membawa ketenangan yang sudah lama tak ia rasakan. Ini adalah momen yang telah ia nantikan selama berbulan-bulan. Penelitiannya sudah selesai, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Rye merasa bebas dari beban berat yang selama ini membelenggu pikirannya.
Sambil menyesap kopi yang mulai dingin, Rye mulai merenungkan perjalanan panjang yang telah ia lalui. Dari awal penuh harapan ketika ia pertama kali diterima di program doktoral, hingga setiap rintangan yang ia hadapi—semua kenangan itu datang menghampiri seperti adegan dari sebuah film yang diputar ulang di benaknya.
Ia ingat saat-saat awal ketika bertemu dengan Tossy, penuh dengan harapan bahwa promotor itu akan menjadi mentor yang baik dan membimbingnya menuju kesuksesan akademik. Tapi seiring berjalannya waktu, harapan itu hancur. Tossy dengan segala ketidakpeduliannya, penundaan demi penundaan, dan janji-janji kosong, telah membuat Rye merasa terjebak dalam situasi yang tak kunjung berubah.
Namun, di tengah semua itu, Rye mulai belajar banyak hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Ia belajar tentang ketahanan, tentang bagaimana terus maju meski tanpa bimbingan yang jelas. Ia belajar untuk mencari jalan keluar sendiri ketika tak ada bantuan yang datang, dan ia mulai memahami bahwa meskipun ada orang-orang yang mengecewakan, masih ada banyak dukungan di sekelilingnya.
“Gue nggak nyangka udah sejauh ini,” Rye bergumam pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tenggelam dalam angin malam. Perasaan lega bercampur dengan kelelahan emosional yang mendalam. Meski perjalanannya belum benar-benar selesai, ia merasa telah mencapai sebuah pencapaian penting—bukan hanya dalam hal menyelesaikan penelitiannya, tetapi juga dalam memahami dirinya sendiri.
Ponselnya kembali berbunyi, kali ini sebuah pesan dari Nara.
Nara: “Lo udah selesai juga, Rye? Gue baru aja submit tadi siang. Perasaan lo gimana sekarang?”
Rye tersenyum kecil dan mengetik balasan. Rye: “Iya, akhirnya selesai. Rasanya kayak beban di pundak udah hilang, tapi di sisi lain, gue jadi banyak mikir tentang semuanya. Perjalanan ini berat banget, tapi gue juga belajar banyak.”
Tak lama kemudian, balasan Nara masuk. Nara: “Gue juga ngerasain hal yang sama. Kadang kita harus ngalamin masa-masa sulit buat ngerti seberapa kuat kita sebenarnya. Gue salut sama lo, Rye. Lo bisa tetap bertahan.”