Suatu pagi yang tenang, Rye duduk di mejanya, memandangi email yang sudah ia tulis selama beberapa menit terakhir. Di layar laptopnya, kata-kata yang tersusun rapi menyatakan keputusannya: ia memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan dengan Tossy sebagai promotor. Setelah semua yang terjadi, Rye merasa ini adalah langkah terbaik yang bisa ia ambil. Pengalaman pahit yang ia alami selama proses penelitian telah mengajarkan banyak hal, salah satunya adalah pentingnya melepaskan sesuatu yang tidak lagi membawa kebaikan.
Rye membaca kembali isi emailnya.
Kepada: Profesor Tossy Toso
“Yth. Profesor Tossy Toso,
Saya ingin menyampaikan rasa terima kasih saya atas bimbingan yang pernah Anda berikan di awal perjalanan saya sebagai mahasiswa doktoral. Namun, setelah mempertimbangkan berbagai hal, saya telah memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan bimbingan dengan Anda. Saya merasa sudah menyelesaikan penelitian saya dengan dukungan dari pihak lain, dan kini tiba saatnya bagi saya untuk melangkah maju.
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan.
Salam hormat,
Rye Akai”
Dengan napas panjang, Rye menekan tombol “kirim,” lalu menghela napas lega. Email itu adalah simbol dari penutup bab yang selama ini menimbulkan begitu banyak rasa sakit dan frustrasi dalam hidupnya. Perpisahan ini bukan tentang kemarahan atau dendam, tetapi tentang melepaskan sesuatu yang tidak lagi berfungsi dengan baik dalam hidupnya.
Beberapa menit setelah mengirim email itu, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Nara.
Nara: “Rye, lo udah ngomong sama Tossy?”