Tolong untuk sementara tidak usah peduli Markesot sekarang ini sedang pergi mencari Kiai Sudrun atau Syekh Klanthung atau Maulana Saridin atau monggo siapa. Tuhan melarang manusia untuk menganiaya dirinya sendiri, apalagi memecah kepala dengan mempelajari Markesot.
Si Markesot itu kalau ditanya orang, jawabannya sekenanya. Pertanyaan yang sama, ditanya oleh sekian orang, jawabannya berbeda-beda. Jalan kaki berpapasan ditanya, “Ke mana Cak Sot?”
Dia menjawab, “Ke Imogiri.”
Ditanya orang berikutnya menjawab, “Ke rumah teman.”
“Ke kuburan.”
“Ziarah.”
“Ke mana hayo?”
“Seperti biasanya.”
“Bisnis.”
“Cari warung.”
“Angin-angin.”
“Ada teman sakit.”
“Buang sebel.”
“Kondangan.”
“Mau pijat.”
“Ada janji.”
“Jalan aja.”
Ada seratus orang bertanya, seratus pula jawabannya. Semau Markesot. Terserah apa yang sedang ada di hati atau pikirannya. Sekeluar kata dari mulutnya.
Apakah orang macam itu bisa dipercaya? Apakah jawaban-jawaban seperti itu peduli pada pertanyaannya? Apakah itu sikap sosial yang jujur? Apakah itu apresiasi terhadap bebrayan? Apakah itu sopan secara silaturahmi?
***
Pernah ada yang memberanikan diri bertanya kepada Markesot kenapa kalau ditanya jawabannya selalu tidak sama.
Sekadar pertanyaan sedang berjalan kaki mau ke mana, jawabannya tak menentu. Tidak konsisten. Tidak ada akurasi fakta. Itu semacam kebohongan yang berlapis-lapis dan terus-menerus.