Ada 2 masalah cinta ;
Pertama, mencintai orang yang tidak tepat. Kedua, mencintai orang yang tepat dengan cara yang salah.
Dan, keduanya tidak akan membahagiakan.
Lalu, kamu masih berani jatuh cinta.
Sabda Cinta dari Ibu.
***
Pada suatu hari ketika aku tilik kampung di medio bulan Ramadhan tahun 2000-an.
Sembari ngabuburit di belakang rumah dengan pekarangan yang cukup luas. Ayahku dengan masih mengenakan sarung selepas sholat Ashar menikmati senja itu dengan mendengarkan dakwah ramadhan dari stasiun sebuah radio. Aku dan ibuku menyiram toga yang tumbuh subur dan hijau menghiasi beberapa sudut pekarangan sambil mengobrol.
"Rasa sakit yang membuat kita menjadi manusia 'baru' adalah ketika kita mampu membangun tabah dan sabar disepanjang syukur dan ikhlas menjalani hidup yang penuh prosesi dan seleksi alam." Ibuku memulai obrolan dengan sederet kalimat bijaknya.
Ibuku menanggapi curcolku yang baru saja patah hati karena ditinggal pacar—ralat: Anggi, teman kantor yang diam-diam aku kagumi karena wajahnya yang cantik dan santun dalam bertutur kata, tapi ternyata ditikung lebih dulu sama sahabatnya sendiri. Rian, Si jawara playboy karena terkenal sering gonta ganti pacar.
"Itu artinya, Anggi bukanlah perempuan yang tepat untuk menjadi jodohmu. Toh, kamu bilang, Anggi juga type playgirl dari issue kantor yang beredar, bukan?" Aku mengangguk.
"Bila engkau tidak mendapatkan paras rupawan dari calon istrimu, nanti, paling tidak kamu dapatkan ada ketaatan kepada agamanya, keteguhan dan kesetiaan hatinya selayak hati Khadijah, kesabaran dan kebesaran jiwanya seperti milik Maryam."
Aku terus menyimak wejangan dari ibuku itu.
"Kita ini orang Jawa. Bobot, bebet dan bibit itu pakem yang harus kita pegang, Le."
"Injih, Ibu."
Kumandang Muazin terdengar dari surau kampung mengawali seruan untuk berbuka puasa. Aku, Ayah dan ibuku bergegas menikmati sajian berbuka kami dengan bahagia.