Jogjakarta, Kota Budaya.
“Jogjakarta, denyut kehidupanmu begitu menawan. Dalam bingkai ragam budaya yang adi luhung. Menjadikan engkau, sebagai kota yang uniqe, eksotik, dan magis dengan segala peradabannya.”
Sinar matahari menerobos lewat tirai jendela bus. Rena menggeliat dari tidurnya dan cewek itu tidak sengaja menyenggol tubuhku, membuat aku ikut terbangun.
Rena mengucek-ucek matanya beberapa kali, kemudian memandangku dan tersenyum memamerkan giginya yang putih ala close up.
Sementara suasana riuh di luar, kesibukan penghuni terminal Umbul Harjo mulai mewarnai hari yang masih pagi.
“Met Pagi Jogja, Met pagi Hans …,” ucapnya dengan mimik yang lucu, menggoda. Aku membalasnya dengan senyuman. Aku menguap di depanya tanpa aku tutupi dengan tangan.
“Ihh bau naga dipamerin ke aku, ‘ga sopan. Jorok.” Rena menutup hidungnya, dan aku tertawa kecil, melihat tingkahnya.
"Umbul Harjo, Umbul Harjo, terminal terakhir. Sebelum turun, silahkan dicek barang-barang bawaan Anda, jangan sampai ada yang ketinggalan,” suara kondektur Bus memberi peringatan kepada para penumpang.
Aku dan Rena sengaja turun paling akhir, keluar dari Bus. Kita berdua mengamati tingkah para penghuni terminal menyambut kedatangan para tamu-tamu terminal. Dari kuli panggul, calo, pengamen, peminta-minta, penjaja makanan dan minuman, tukang becak, berbaur saling berebut menawarkan jasanya.
Setelah terlihat mereda hiruk pikuk di depan pintu exit bus, aku mengajak Rena bergegas turun. Dua tas ransel Eiger nyisip di pundak kita masing-masing.
Terik mata hari pagi lumayan menyengat, sebentar saja kelihatan muka Rena yang putih bersemu merah dan keringat mulai membanjir, meleleh di pelipis dan leher jenjannya. Kasihan aku melihatanya.
"Kenapa 'ngga pake mobil kantor saja dengan sopir?"
"Aku menolaknya karena aku ingin sekali-sekali traveling dengan naik Bus."
“Kita breakfast dulu yuk," ajakku.
Rena mengangguk, sambil tanganya melap keringat di pelipisnya. Aku menggandeng tangan Rena menyeberang jalan. Kami menghampiri sebuah warung yang letaknya sedikit keluar dari terminal. Di tepi jalan raya. Kedatanganku di warung, langsung di sambut senyum ramah si pemilik warung.
“Ini pasti warung langganan kamu ya?” tebaknya demi melihat sambutan ramah pemilik warung padaku.
Aku hanya menjawab Rena dengan anggukan dan senyum.