Ibu Susu untuk Bayi Gaib

Hayisa Aaroon
Chapter #1

1. Hari Pertama Bekerja

Tangan Tini mengetuk udara saat pintu berdaun ganda dipenuhi ukiran rumit itu tiba-tiba terbuka, nyaris buku-buku jarinya mengenai perut besar sang nyonya rumah


“Masuk!” perintah perempuan cantik dalam balutan kebaya sutra zamrud. Suaranya berat, tak selaras dengan lembut lakunya. 


Nj–jjiih … Nyonya.”


Aroma dupa cendana dan melati menguar pekat, menyeruak dari arah dalam rumah. 


Mata Tini tak sanggup lepas dari pesona sang calon majikan yang melangkah masuk, setiap gerakannya mengalir anggun seperti tarian sakral.

Terlalu terpesona, Tini tak memperhatikan langkah. Kakinya tersandung undakan pintu. 

Namun sebelum tubuhnya oleng ke depan, sebuah tangan kokoh dan hangat menahan lengannya. Sensasi hangat itu begitu nyata, kontras dengan hawa dingin pagi khas pegunungan.

Jantung Tini nyaris berhenti berdetak saat menoleh ke belakang dan tak mendapati siapapun di sana. 

Hanya hembusan angin dingin yang membelai kebaya hijaunya yang lusuh, menggoyang helaian rambut yang lolos dari sanggul sederhananya. 

Bulu kuduknya meremang ketika sensasi hangat di lengannya masih terasa, seolah ada jejak tak kasat mata yang tertinggal.

Tini menoleh cepat ke kanan kiri, tapi teras rumah Joglo yang menghadap Gunung Ungaran itu lengang dan suram. 


Dedaunan pohon asam yang rimbun berdesir lirih. Pintu pagar berukir masih tertutup rapat, mengurung Tini dalam pusaran perasaan aneh yang tak bisa dijelaskannya.


Tini ingin menepis peristiwa ganjil itu, namun sensasi hangat pada lengannya bahkan masih jelas terasa dan gambaran sekilas tangan kokoh pria yang menahannya sungguh nyata.


“Sampai kapan kamu mau berdiri di situ …?!”


Suara Nyonya Arini yang membentak memecah keheningan, membuat Tini terlonjak. Aroma melati yang tadi tercium kini bercampur dengan wewangian bunga kenanga dan setanggi yang mengambang di udara.

"Nga-ngapunten, Ndoro ...! Tadi ... seperti ada orang di belakang saya."

Tini membungkuk dalam-dalam, lalu dengan langkah ragu melintasi ambang pintu. Matanya menyapu ruang tamu yang didominasi furniture jati berkualitas tinggi. 

Ukiran-ukiran rumit bermotif bunga dan sulur-sulur daun menghiasi setiap sudut perabot, berkilau ditimpa cahaya temaram dari lampu gantung.

Tini duduk bersimpuh di lantai tegel dingin, sementara Nyonya Arini duduk anggun di kursi dengan sandaran bantal putih bersulam benang emas. 

"Tumini sudah kasih tahu kan, akan kerja apa kamu di sini? Jadi, saya mau periksa badan kamu. Tidak boleh ada koreng atau penyakit kulit sedikitpun."

“Sudah Nyonya.”


"Bagus ...!" Nyonya Arini beranjak. "Tumini bercerita kalau dia sudah memeriksa badan kamu, tapi saya ingin memastikannya sendiri. Ayo sekarang masuk kamar, lepas semua baju kamu ...!"


Tini terhenyak mendengar perintah majikan barunya. Dalam keheningan yang mencekam, hatinya seakan berbisik lirih, memperingatkan untuk tidak mengambil pekerjaan itu.

Lihat selengkapnya