Halo, Mahendra
Seperti biasa, matahari terbit tenggelam sesuai jadwal dan tugasnya, tak ada yang berubah dari dunia ini, terus berjalan. Seakan meninggalkan dirimu yang sedang dirundung pilu dan duka. Memang berat. Aku tahu—tetapi cobalah ingat, sahabat-sahabatmu. Kau ingat saat mereka datang, teman lama yang bahkan sudah tak pernah bertemu tiba-tiba juga muncul untuk menyampaikan bela sungkawa padamu. Sahabatmu menemanimu.
Ada yang datang secepat kilat, ikut memasang terpal, menata kursi. Aku melihatnya, bahkan kau juga melihat sama sepertiku. Ini hari ketiga, tentu kau masih kosong, seperti cangkang keropos tidak berisi. Jangan salahkan dirimu, ketahuliah, semua pasti akan menemukan titik terang, sebuah kebahagiaan akan membuatmu tersenyum lepas. Relikui masa silam, kidung kematian, tapakan tanah, hantaran hari di penghujung senja temaram nan muram, mungkin membuatmu frustrasi, ingat satu hal, bahwa kau spesial, terlahir ke dunia ini, dibentuk dengan hantaman keras sedemikan rupa, bukan tanpa tujuan apa-apa, pasti ada hal baik dari dirimu.
Bukankah jelas, sahabatmu, adikmu, keluargamu yang lain, kau masih punya itu. Memang kau akan menemui fase kesendirian, di mana kau tak butuh apa-apa atau siapa pun, hanya ingin menyendiri. Kau akan menemui keadaan saat kau merasa tak diperhatikan, tak ada yang peduli dengan perasaan sedihmu. Itu wajar, semua manusia mungkin akan mengalaminya. Kau ingin lepas dari kedukaan ini? Aku tak bisa membantu banyak, maka dari itu jangan berhenti menulis.
Meski kau berkali-kali menyakinkan diri untuk berhenti menulis, jangan lakukan itu. Kau harus keras terhadap dirimu sendiri. Aku tahu, kau memang sangat keras pada dirimu sendiri. Disiplin, memforsir tenaga dan pikiran dengan brutal, kau benar-benar punya tekad kuat bila ingin menggapai sesuatu. Jadi, yakinlah bahwa suatu saat semua impianmu akan tercapai.
Dan semua kehampaan, kesepian