IBU TANPA RAGA

Yusuf Mahessa Dewo Pasiro
Chapter #22

Percakapan dengan Keinginan

Seorang malaikat datang ke kediamanku, ia bertengger layaknya burung garuda di atas awang-awang rumah. Dia berwajah manis dan anggun, bercahaya, mendadak berubah menjadi menakutkan. Dia iblis kebelet berak, bermuka dua mengerikan. Malaikat atau iblis aku tak paham. Dan saat itulah terjadi percakapan tak terduga, aku berdebat dengan makhluk itu. Dia menginterogasi diriku, aku diperlakukan layaknya tahanan kasus pembunuhan atau pemerkosaan.

Makhluk itu—entah tak bisa kusebut apa, malaikat bukan, iblis bukan, tetapi kurasa dia adalah ‘Keinginan’. Sebut saja begitu, aku akan menyebutnya sebagai keinginan, alih-alih pengharapan, lagi pula manusia pasti akan menceritakan banyak keinginan karena tak bisa terpenuhi atau tidak terkabul semua. Sudah sifat alami manusia. Ia akan membeberkan banyak hal, keinginan-keinginan yang tak bisa ia capai, kepada teman, kakak, adik, atau siapa pun. Dahulu aku ingin membeli kuda balap, tetapi tidak jadi, misalnya saja begitu. Dengan putus asa atau nada bercanda, aku akan menceritakan keinginanku yang sudah pupus tersebut.

“Bila keinginan itu ditukar, bukan ibumu yang mati, tetapi dirimu saja yang mati, bagaimana?” tanya sang makhluk bernama Tuan Keinginan.

“Siapa yang menginginkan kematian ibu saya? Kenapa Anda bertanya keinginan itu untuk ditukar?” keningku bertaut. Agaknya memang aneh pertanyaan dari makhluk absurd itu.

“Tentu keinginan dari pemilik kehidupan—maksudku begitu. Mengapa kau menjawab dengan bicara formal seperti itu padaku?”

“Oh, baiklah. Saya mau bila harus saya saja yang mati. Tentu, Anda makhluk asing, saya tak kenal Anda, maka saya akan menyahut setiap pertanyaan Anda dengan sopan dan santun—sekaligus bicara formal begini.”

“Oh... Kau cukup berbudi luhur, kau mau kematian seperti apa?”

“Sama dengan sebab kematian ibu saya, kematian seperti dirinya saja.”

“Kau yakin? Itu bisa saja mudah dilakukan. Namun ini hanya perbincangan semata, tak akan ada yang terkabul. Kau tak punya kemampuan untuk hal itu, lagi pula dirimu hanya makhluk fana. Bukan pula rasul.”

“Baiklah. Saya paham. Anda sendiri yang mengajukan pertanyaan aneh tersebut, jadi saya akan menyahut apa adanya—apa pun itu yang terlintas di benak saya.”

“Jika ibumu hidup, kau ingin menjadi apa?”

“Saya akan tetap menjadi diri saya, seorang penulis, mengabadikan setiap momen dan berkisah tentang banyak hal melalui tulisan.”

Lihat selengkapnya