IBU TANPA RAGA

Yusuf Mahessa Dewo Pasiro
Chapter #31

Tungku Kehidupan

Kau dikukus, ditanak, direbus, digoreng, dicincang, dilumuri saus, dikunyah oleh kehidupan. Begitulah perjalanan dalam dunia ini, banyak rintangan, apa lagi jika kau bukan lahir dari keluarga kaya, bukan anak raja, bukan pula anak pejabat. Para penduduk di desa kebanyakan ingin anak mereka bisa mengubah nasib orang tua, para anak-anak orang kaya di kota ingin putra-putri mereka merantau ke desa-desa—mencoba hidup ala orang desa, atau kalau tidak—mereka harus bersekolah hingga meraih gelar sarjana. Akademisi-akademisi merajai segala lini, anak-anak desa juga bernasib sama—orang tua mereka banyak yang ingin anaknya memiliki gelar akademis, menikah, dan mempunyai anak.

Berbeda dengan pemikiran dari orang-orang di belahan bumi lain, misal Eropa, atau Amerika—kebanyakan pernikahan bukanlah tujuan puncak dari kehidupan—mereka memikirkan kebahagiaan lain, masa depan bila kelak berkeluarga. Di Cina, kebanyakan anak-anak meneruskan usaha orang tua mereka. Memang yang memilih untuk keluar dari keluarga juga banyak, merantau dan membuka usaha bahkan lapangan kerja sendiri. Karena di sana kebanyakan memang memiliki usaha, kita lihat saja usaha-usaha besar, toko-toko maju di negeri ini kebanyakan milik keturunan Cina atau Tionghoa. Kita bisa ambil sisi baik itu, mereka-mereka itu adalah pekerja keras, ulet, tekun, dan memikirkan rencana dengan baik. Di negara ini, jika ada orang berusia di atas 25 tahun belum menikah, para tetangga sudah gaduh sendiri—ribut, bicara macam-macam.

Apakah pernikahan semacam perlombaan? Setop memikirkan hal itu, banyak yang harus disiapkan untuk sampai jenjang pernikahan. Kita tak bisa menelantarkan anak istri kita bila ternyata ekonomi menjadi masalah. Masih belum bisa bertanggung jawab dengan penuh. Lagi pula, aku sudah bilang padamu, Hesti. Aku memang tak mau menikah, tetapi bila kelak ada kekasihku yang mau mengajak menikah, aku akan menerima dia, di mana saat itu semoga saja sudah siap dengan segalanya. Mental, fisik, finansial, dan lain sebagainya. Aku termasuk pria berpandangan lurus ke depan, jauh, dan memikirkan matang-matang apa yang hendak kucapai, meski saat ini aku sedang dalam fase terpuruk, terhalang oleh resah, rasa bersalah, dan lain sebagainya yang membuat diriku ingin mengakhiri hidup.

Lihat selengkapnya