IBU TANPA RAGA

Yusuf Mahessa Dewo Pasiro
Chapter #34

Sang Seniman Melukis

Mereka terdiri dari enam orang, berangkat dengan tiga motor menuju Wonosobo. Mereka hendak mendaki Gunung Prau. Gunung setinggi 2.590 mdpl itu menjadi tujuan mereka untuk mendaki dan berkemah. Di alam terbuka, mereka ingin mencari hiburan, menikmati alam. Beberapa dari mereka sudah pernah mendaki. Rafli—pria berambut keriting, Kurnia pria berbadan besar dan gempal—mereka berdua sudah pernah mendaki beberapa gunung di Pulau Jawa. Hadi—pria bermata sipit, berambut seperti jarum dan berpostur tinggi, juga sudah pernah mendaki, sering ikut kegiatan pecinta alam ketika SMK dahulu.

Hanya Mahendra, Jadmiko, dan Ibnu. Mereka bertiga belum pernah sama sekali mendaki sebuah gunung. Mahendra, dahulu berbadan kurus, sekarang jadi gemuk, sudah jarang olahraga, jarang lari-lari. Olahraga? Jadmiko dan Ibnu—apa lagi, juga jarang olahraga, ditambah Jadmiko dan Ibnu merokok tiap saat. Namun, tekad mereka sudah bulat untuk menaiki gunung. Jadmiko berbadan kurus, berambut lurus dan gondrong, sedangkan Ibnu berbadan besar, perutnya nyaris balapan dengan perut Mahendra dan Kurnia.

Sebelum mendaki Prau, Kurnia sempat mengajak Jadmiko dan Hadi untuk latihan mendaki gunung Andong yang ada di Magelang—gunung itu tidak terlalu tinggi, dan cocok bila ingin mencoba mendaki tektok, tidak mendirikan tenda dan langsung kembali turun dan pulang, atau tidak menginap di puncak, hanya untuk latihan kata mereka bertiga. Hal itu dilakukan seminggu sebelum berangkat mendaki Prau. Hadi, Kurnia, Jadmiko, mereka bertiga mencoba mendaki Andong dahulu.

Sedangkan Mahendra, tidak mau kalah, dia latihan di rumah mengolah tanah, mencangkul, merapikan pagar tanaman, memotongi kayu. Tidak latihan lari sama sekali. Namun, tak apa, yang penting tubuhnya tidak tegang dan sudah banyak gerak karena mencangkul tanah. Sebetulnya saat itu, November adalah bulan dengan intensitas hujan tinggi. Tanah gembur mudah dicangkul. Beruntung saat pendakian tidak hujan sama sekali. Seminggu kemudian enam orang itu sudah siap untuk mendaki Prau. Hanya Ibnu dan Mahendra yang belum pernah mendaki atau mencoba menaiki gunung lumayan tinggi—palingan hanya sebatas perbukitan, atau di daerah pegunungan seperti Kaligesing, di sana memang pegunungan, terdapat sebuah gua bernama Gua Seplawan. Sebuah gua cukup panjang dan dalam, terdapat banyak peninggalan atau penemuan benda prasejarah di sana, bahkan ada patung perunggu dari zaman dahulu. Arca-arca, dan sebagainya.

Pada 18 November 2023, mereka akhirnya tiba di hari untuk mendaki Prau. Enam orang itu, dari berbagai latar belakang, ingin bertualang di gunung. Mereka akan mengambil jalur pendakian via Wates, sebuah jalur yang cukup rindang, tidak terlalu sulit. Meski sebenarnya ada jalur pendakian via Patak Banteng juga, tetapi mereka sepakat memilih lewat jalur Wates.

Dalam perjalanan jauh itu, meninggalkan segala hiruk pikuk atau rutinitas, pergi mendaki gunung adalah hal menyenangkan. Mahendra sudah pernah mengirimkan rencana itu pada Hesti melalui Surel jauh-jauh hari sebelum kemunculan Tuan Keinginan.

“Benar! Aku ingin mendaki.” Ucap Mahendra di depan cermin. “Aku sudah bilang, kalau untuk mengatasi kekosongan dan rasa sakit ditinggal ibu, aku akan melakukan banyak aktivitas. Berkemah di Sedahan juga sudah kulakukan pada 6 Maret 2021 silam, tepat 505 hari setelah kematian ibuku.”

Lihat selengkapnya