IBU TANPA RAGA

Yusuf Mahessa Dewo Pasiro
Chapter #44

Si Penulis Lelah

Mahendra merunutkan kisah di dalam kepalanya, di dalam hidupnya selama ini. Dia mulai tak betah, lelah, ingin tidur saja. Memulihkan energi. Dia harus merapikan rumah, menata barang-barang. Dia tidak jadi tidur dan justru merapikan rumah, membersihkan halaman depan rumah, membersihkan pekarangan. Dia menata kayu bakar di bawah pohon jambu air, ia memandang ke barat, pekarangan yang terdapat pohon mangga. Ia ingat, pohon mangga itu tak pernah berbuah, pohon mangga itu sudah ada sejak ibunya masih kanak-kanak tahun delapan puluhan, tetapi tiba-tiba pohon mangga itu berbuah amat lebat untuk pertama kalinya pada tahun 2019 silam, dan tepat di hari kematian Liana, buah mangga itu besar-besar sehingga pohon tampak keberatan menanggung mangga-mangga itu. Para pelayat minta—memetik mangga, dan membawa pulang mangga-mangga lebat itu, tak terhitung jumlahnya.

Mahendra kini melanjutkan mencuci semua bajunya, mencuci piring dan merapikan bagian dalam rumah. Lantai ia sapu lantas mengepelnya, dia juga mengelap kaca jendela. Kemudian, dia mandi dan duduk di depan televisi butut. Sebuah tv yang sudah jarang ia nyalakan. Dia menonton tv, sudah ada sembilan tahun dia tidak menonton tv, terakhir kali tahun 2016 silam. Sebab dia menganggap acara tv kebanyakan sampah semua. Dia menyalakan televisi tersebut, dia menonton berita. Lantas, saking lelahnya dia tertidur. Dia tidur di depan televisi. Ada beberapa menit, dia terkaget, dadanya berdetak kencang, lantas mematikan televisi itu. Sudah siang, jam menunjukkan pukul sebelas. Dia menyalakan laptop, hendak menulis lagi. Atau sekadar menyunting tulisan.

Namun, dia merapikan semua folder, membuat berkas itu rapi di dalam laptop. Ada kebahagiaan di wajahnya. Dia memang belum menikah, dan entah ingin menikah atau tidak. Sebab trauma itu mungkin masih membekas, takut menyakiti keluarganya. Dia tak mau seperti sang ayah. Dia melampirkan beberapa surat di surel, mengirimkan pada Yoga.

Lihat selengkapnya