Ibuku Seorang Rentenir

SerenaClaire
Chapter #17

Bab 17 - Dan Dia Masih Sama

Tidak ada perkembangan yang signifikan dari pihak kepolisian. Bapak pun harus menunda rencananya kembali ke Kalimantan demi menuntaskan urusan ini. Barulah sejauh ini dia percaya kalau Bayu memang menipu, meski demikian Ibu tidak merasa bersalah sama sekali ataupun meminta maaf. Oleh Bapak, seluruh anggota keluarga disuruh diam dan jangan sampai terdengar oleh nenek dan juga Budhe Marni.

Sementara itu Sarayu sendiri mulai memikirkan tentang rencana kuliah. Dia memasuki era konseling tentang kuliah di sekolahnya. Mahendra mengajaknya untuk satu kampus favorit, tapi Sarayu rasa ada yang salah dengan ajakan itu. Dia bisa saja masuk ke sana, tapi bagaimana dengan Mahendra yang malas belajar itu.

“Aku akan masuk jalur mandiri,” katanya dengan percaya diri.

“Tetap saja harus belajar.”

Alis lelaki itu berjinjit, tidak nampak keseriusan di wajahnya.

“Aku akan mengikutimu ke mana pun,” ujar Mahendra dengan sedikit cengengesan.

“Bahkan saat aku ke akhirat?”

Mahendra mengangguk mantap. “Ya, karena aku memastikan kita adalah cinta sejati.” Mahendra menautkan tangannya ke jari-jari Sarayu tanpa ragu. “Aku mencintaimu.” Kalimat yang sudah bosan Sarayu dengar dari darinya. Tetiba Mahendra mengecup punggung tangannya.

Sarayu sontak menarik tangannya. “Mahendra, hentikan. Kita ada di sekolah.”

“Siapa peduli soal itu.”

Mahendra memang tidak ada takut-takutnya. Dia berani melakukan segala cara demi perasaannya terbalas. Sarayu sendiri sampai pasrah dan cuek saja, tanpa melakukan penolakan berulang yang ujungnya sia-sia.

“Sarayu, giliranmu,” ketus seseorang dengan wajah juteknya.

Nabila baru saja kembali dari ruangan BK dan disuruh untuk memanggilkan Sarayu yang sudah mendapatkan giliran. Gadis itu berpisah dengan Mahendra dan berjalan menuju ruang BK. Namun, jangan harap demikian karena Mahendra mengekor Sarayu untuk mengantar, katanya agar Sarayu tidak digoda oleh lelaki lain. Ada-ada saja memang.

Mukanya berhadapan dengan guru BK berwajah tegas, model kerudungnya seperti guru mengaji jaman dulu, lipstiknya tipis, benar-benar mencerminkan seorang guru BK yang disiplin di mana penggunaan lipstik berlebih dilarang di area sekolah.

Selembar kertas berada dalam genggaman guru tersebut. Dia memindai isi kertasnya dari atas hingga bawah kemudian beralih menatap Sarayu.

“Nilaimu cukup baik untuk mengikuti jalur undangan dan berpeluang masuk jurusan yang kamu inginkan.” Perkataan guru BK itu membuat Sarayu tenang.

Sarayu ingin masuk jurusan Psikologi. Ini bukan yang dipikirkannya sejak lama, melainkan baru-baru ini. Dia ingin menggali Psikologi dan meraup ilmu sebanyak-banyaknya. Ada banyak ilmu tenang yang akan ia dapatkan ketika masuk jurusan ini, dan tentunya Sarayu berharap bisa melakukan terapi kepada Ibu.

Keputusan ini juga bukan hanya didasarkan pada ego. Sarayu sudah berkonsultasi terlebih dahulu dengan Arga yang sangat mendukung masa depannya. Tanpa Arga mungkin dia sudah kebingungan, untungnya lelaki itu memberinya banyak petuah sehingga Sarayu memantapkan diri untuk mengambil jurusan Psikologi.

Tangan kiri menopang dagu. Kelas mulai dikosongkan, sementara Sarayu tak ingin pulang. Sedang malas di rumah dan malas juga untuk bekerja. Sepertinya dia memang butuh liburan saat ini, tapi yang sedang berlibur hanya pikiran, tubuhnya masih harus bergelut mengenai masalah sertifikat yang tak kunjung usai.

“Ayo pulang,” ajak Mahendra dari ambang pintu. Sengaja tidak mendekati Sarayu sebab takut dicurigai yang tidak-tidak. Berduaan di kelas bukanlah ide baik. Mahendra berani berdekatan dengan Sarayu jika ada banyak orang.

Gadis itu menyeret kakinya dengan malas. Dia harus pulang dengan rumah yang mendadak menjadi sarang masalah. Baru sampai di depan pintu saja telinganya langsung disambar dengan suara pertengkaran yang tiada habis. Orang tuanya seperti orang yang seribu persen berbeda, dulu Bapak dan Ibu tidak pernah bertengkar selama ini. Pun kalau Bapak marah, tidak seekstrem ini. Memang benar kata orang, marahnya orang sabar itu menyeramkan.

“Aku juga tidak tahu sertifikat itu dibawa ke mana!” dengus Ibu dengan mata yang menyala-nyala.

Situasi ini memang mendebarkan, tak ada seorang pun yang tenang jika sertifikat hartanya dibawa kabur orang asing. Bayangan buruk tentang rumah ini disita orang suatu hari nanti sangatlah buruk.

Sarayu melewati ruangan yang sedang ada pertunjukan emosi itu. Dia pergi mandi untuk segera ke toko. Perutnya lapar, tapi dia malas jika harus mengisi perut dulu dan duduk di kursi meja makan.

Laki-laki kurus bertubuh pendek yang memakai kaos oblong dipadukan dengan celana jeans beserta gesper itu sedang mengedarkan pandangan ke seluruh area rumah. Bangunan model lama yang sebenarnya tidak terlalu menarik ini. Namun, tetap ia tak akan rugi jika mendapatkannya, sebab koceknya tidak dirogoh dalam.

Ada sebuah kacamata hitam bertengger di atas rambutnya yang licin yang mengkilap. Diturunkannya benda itu kemudian diselipkan di kerah baju, perilaku yang mudah saja ditebak. Beberapa tetangga yang penasaran terus bertanya-tanya siapa orang itu, mereka mulai membuat asumsi-asumsi untuk mengenyangkan kepala sendiri apalagi pertengkaran Ibu dan Bapak menjadi topik yang hangat di kampung.

Lihat selengkapnya