Azka sedang menumpuk-numpuk batu untuk membuat replika menara yang tinggi. Ia menghitung ada 19 batu yang ditumpuk, tapi ketika ingin menaruh batu yang ke-20, menara batu itu akhirnya malah roboh. Ia pun memanyumkan bibir tanda kecewa. Fokusnya kemudian beralih pada Tante Hasna dan beberapa orang yang memindahkan barang-barang ke sebuah mobil bak.
Tante Hasna menghampiri Azka yang tampak kebosanan. Ia sengaja meminta Azka bermain karena tidak ingin Azka repot-repot membantu,
“Tante, kita bakal pindah ke mana?”
Tante Hasna membungkuk hingga bisa menatap mata Azka dengan leluasa. “Pindah ke tempat yang lebih nyaman.”
Azka masih mengingat kejadian kemarin yang membuatnya ketakutan setengah mati. “Aku nggak akan ketemu sama teropong alien lagi, kan?”
Tante Hasna mengangguk pasti. “Kamu seratus persen aman di rumah baru.”
Tiba-tiba saja Azka teringat ayahnya. Mereka sudah lama sekali tidak berjumpa. Sebenarnya ia merasa paling aman ketika ayahnya ada di dekatnya. “Ayah kapan pulang, Tan?”
Tatapan Tante Hasna pada Azka tiba-tiba berubah jadi sendu. Ia seharusnya paham pertanyaan ini akan tetap Azka berikan padanya. Lalu, ia harus menjawab seperti apa?
“Ayah tahu kan kita pindah rumah? Kalau nggak tahu kasihan Ayah nanti Ayah nyari-nyari kita.” Azka tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya pada Ayah.
Tante Hasna membetulkan rambut Azka yang sedikit keluar dari garisnya. “Tahu kok. Nanti Ayah nyusul kita ke rumah baru kalau tugasnya udah selesai.” Ia merasa bersalah karena harus berbohong kembali. Sudah berapa kali ia berbohong pada Azka? Ia malah berharap tidak bertemu dengan abangnya lagi. Ia pindah rumah untuk menghapus jejak dari abangnya. Menghapus jejak kenangan sendu yang kemarin terjadi seharian. Semua itu ia lakukan agar bisa hidup dengan tenang bersama Azka.
“Mbak, semua barang udah diangkut.”
Tante Hasna kemudian kembaali berdiri. “Saya cek sebentar ke dalam ya, Pak.” Ia mengecek seluruh ruangan yang kosong-melompong. Setelah itu ia kembali ke depan dan memperhatikan Azka yang masuk ke tempat duduk sebelah kemudi dibantu oleh supir. Ia kemudian menoleh ke arah lain. Hanya ada Bu Risna dan ibu penjaga warung yang memperhatikan kepindahannya.
Sebelum pergi, Tante Hasna pun menghampiri mereka berdua untuk mengucapkan salam perpisahan.