Tante Hasna dan Azka baru saja tiba di rumah kontrakan baru mereka. Lokasinya tidak terlalu jauh dari sekolah Azka yang baru, tapi rumahnya cukup jauh dari pabrik Tante Hasna bekerja.
Azka menaruh sepatunya yang tidak kebasahan di balik pintu. Setelah itu ia segera berganti baju karena ingin langsung tidur siang.
“Azka, jangan lupa solat dulu.”
“Oke!” teriak Azka sembari menanggalkan bajunya satu per satu.
Tante Hasna sebenarnya harus kembali ke pabrik. Hanya ia memikirkan percakapannya tadi dengan Bang Hamzah. Abangnya itu meminta Tante Hasna untuk menjaga Azka. “Aku takut Bang Hamzah nyulik Azka.” Pasalnya ia harus meninggalkan Azka sendirian di rumah ini. Bagaimana jadinya jika Bang Hamzah menemukan rumah ini?
Kalau bisa Tante Hasna ingin tetap berada di sini saja, tapi kalau ia tidak bekerja ia tidak akan bisa memenuhi semua kebutuhan Azka. Ia pun buru-buru menghampiri Azka dan memberi tahu hal penting padanya. “Azka, Tante harus balik lagi ke pabrik. Kamu kunci pintu dan jendela ya. Kalau ada yang dateng, nggak usah kamu buka pintunya.”
Azka mengangguk paham. “Tante tenang aja. Kan aku udah biasa nungguin Tante pulang kerja sendirian di rumah.” Ia sebenarnya agak heran Tante Hasna jadi lebih cemas dari yang biasanya.
Sayangnya situasinya kini sudah berbeda. Tante Hasna tidak bisa tenang begitu saja. Pertemuannya dengan Bang Hamzah tadi siang itu benar-benar mengerikan. Ia hanya bisa mempercayakan perlindungan Azka pada Tuhan. “Oke, Tante kerja lagi ya. Nanti Tante pulang jam tujuh malam. Tante udah siapin makanan buat buka di tudung saji. Kamu langsung buka aja nanti ya.”
Azka mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi. “Selamat bekerja, Tante.”
Tante Hasna berangkat ke pabrik dengan perasaan yang tak menentu. Ia berjanji nanti akan langsung pulang setelah selesai bekerja.
.
.
Tiba di rumah, Naima buru-buru turun dari mobil. Ia menghampiri Mama yang baru saja menutup pintu mobil. “Ma, aku boleh buka puasa?”
“Makan aja sana,” ujar Mama dingin.
Namun, Naima yang jauh lebih polos dibandingkan Azka, tidak menyadari nada dingin itu. Yang penting baginya adalah Mama mengizinkannya untuk buka puasa. Ia bergegas masuk ke rumah dan berjalan ke ruang makan. Tiba di ruang makan, mata Naima langsung berbinar melihat banyak makanan yang tersedia di sana. Dan yang penting baginya adalah ada banyak buah pepaya.