Hari yang ditunggu Beckah pun tiba. Hari dimana konser orchestra Deon akan dimulai. Konser itu akan dilaksanakan di gedung PKKH gedung kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Ia sudah membujuk Elina supaya ikut, namun ia tetap kekeuh tak ingin menonton. Ia pun mengajak sahabat lainnya, Sulis. Sahabat hidup sematinya yang kuliah di fakultas sama. Sebenarnya Sulis nggak ingin ikut. Ia tak terlalu menyukai orchestra apalagi harus bayar tiketnya. Beckah yang sudah membulatkan tekat harus nonton pun sampai mengeluarkan kocek lebih dalam untuk membelikan tiket Sulis sebagai suapan. Tak tega menyakiti sahabatnya yang meminta dengan memelas, ia pun menyanggupi untuk menemaninya. Beckah juga mengajak Rini dan Restu namun mereka berdua menolak. Restu beralasan akan latihan futsal sedangkan Rini blak-blakkan tidak mau dan tak membuat alasan lainnya. Memang sahabatnya satu ini kalau ngomong suka ceplos hampir sama dengan Elina.
Beckah berdiri di antrean pintu masuk dengan tegang. Kedua tangannya saling bertautan erat dan gemetar. Kepalanya menggeleng ke kanan ke kiri. Ia berusaha menenangkan dirinya tapi tak berhasil. Sulis yang sudah tak tahan melihatnya pun menepuk pundaknya, “Aduuuh tenang dong! Lagian yang tampil juga bukan kamu kok, malah kamu yang tegang!”. Beckah tersenyum tipis menanggapi, bibirnya masih saja bergetar. “Aduh nggak tau nih kok tegang banget. Udah 2 minggu nggak ketemu, dia sibuk latihan soalnya jadi mau ketemu lagi malah tegang!”. Sulis hanya berderham, ia memaklumi apa yang dirasakan sahabatnya ini. Tiap hari ia selalu menceritakan soal Deon sampai bosan mendengarnya. Sulis juga sebenarnya penasaran, siapakah sosok Deon yang membuat sahabatnya ini tiba-tiba menjadi gila.
Setelah menukar tiket dengan tidak sabar Beckah langsung menarik Sulis menuju bangku penonton paling depan. Ia sedikit berlari karna takut orang lain akan mengambil tempat yang paling nyaman untuk menonton. Untunglah kursi yang sudah diincarnya belum diduduki penonton lain. Tak berapa lama lampu di ruangan itu dimatikan sebagai pertanda konser akan dimulai.
Beckah menggenggam tangan Sulis erat dan bergetar. Telapak tangannya tiba-tiba basah, gugup untuk melihat Deon. “Tenang dong!” bisik Sulis. Ia juga sedikit malu karna hentakan kaki Beckah terdengar cukup kencang apalagi saat ini aula sangat sunyi. Satu persatu pemain orchestra naik ke panggung memberi hormat kemudian duduk di bangku yang telah ditentukan. Mulai dari pemain violin, cello, harpa, flute, clarinete dan lain-lain. Terakhir masuk adalah rombongan pemain gitar, sudah barang pasti Deon ada di barisan itu.
“Itu…. Itu Sul yang paling tinggi sendiri pake kemeja hitam lengan pendek!!” teriak Beckah histeris sambil menunjuk Deon saat mendapati kehadirannya. Sulis langsung membekap mulut Beckah. Teriakan Beckah cukup keras yang membuat penonton di sekitar mereka memalingkan pandangannya ke arah mereka berdua. “Ssssst…. Jangan teriak teriak!!!” bisiknya. Beckah mengarahkan pandanngannya ke samping kanan dan kiri yang ternyata penonton lain sedang memandangi dirinya dengan pandangan kesal.
Terakhir conductor keluar menuju panggung menandakan bahwa konser sudah siap dimulai. Selama konser Beckah hanya memfokuskan pandangannya ke arah dimana Deon duduk. Hatinya terasa begitu hangat saat memandangnya. Apalagi lampu sorot tepat mengenai wajah Deon yang membuatnya tampak lebih sempurna. Beckah terus tersenyum ke arahnya. Betapa indahnya pria itu batin Beckah. Lengannya tampak begitu kuat saat memetik gitar. Deon terus saja memejamkan matanya saat bermain. Ia tampak larut dalam alunan melodi yang tercipta dari beberapa alat musik itu. Tampak ketenangan dan kedamaian terpancar dari wajah tampannya. Aku ingin memilikinya batin Beckah lagi.
Walau awalanya Beckah hanya tertarik mengikuti konser karna kehadiran Deon namun tak bisa dipungkiri ia pun larut dalam alunan melodi yang tercipta dari alat-alat musik string itu. Apalagi saat biola dimainkan, membuat bulu kuduknya merinding. Ingin rasanya ia memainkan alat musik itu.
Sekitar 12 buah lagu dikumandangkan dalam konser itu. 2 jam benar-benar tak terasa, rasanya baru lima menit yang lalu konser dimulai tiba-tiba konser telah usai saja. Konser ini berhasil memikat audience, mereka tampak menikmati penyajian music yang epic itu. Tak ada kesalah berarti yang terjadi selama konser. Konfeti juga sudah bertebaran di atas panggung. Beberapa penonton siap memberikan bunga kepada pemain-pemain yang masih berada di atas panggung.
Sekelibat Beckah lupa ia tak membeli bunga terlebih dahulu sebelum berangkat ke konser. Ah bego bego bego! Batin Beckah kesal. Ini juga kali pertama ia menonton konser jadi ia pun baru tau kalau banyak orang yang memberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi.
“Sul tunggu bentar lagi ya! Aku pingin ngomong sama Kak Deon!” pintanya. Sulis mengangguk dan memakluminya, kalau permintaannya tak dituruti bisa-bisa sahabatnya ini jadi gila betulan. Deon masih saja nampak berdiri di atas panggung dan bercengkrama dengan pemain lain seakan mereka tengah bersiap untuk berfoto.
Beckah ingin sekali menemuinya namun ia malu karna tak membawa apa-apa. Dan ia bingung apa yang akan diucapkannya nanti. Sehingga ia memutuskan untuk berdiri di tengah ruangan sembari menunggu Deon turun.
“Gimana Beck? Dia belum juga turun! Kayaknya udah mau ambil foto tuh, bakalan lama entar!” ujar Sulis yang sudah gelisah karna kakinya mulai sakit. “Aku malu Sul ndak bawa apa-apa soalnya! Tunggu bentar lagi ya! Plis!!! Abis ini aku janji bakalan traktir kamu di bang nino!” pinta Beckah. Sulis mengangguk malas. Bang nino merupakan kedai susu di daerah Jalan Kaliurang. Tepatnya di depan kantor kas BRI UGM. Kedai ini merupakan kedai susu favorite mahasiswa UGM di saat malam jika tidak ingin makan berat. Kedai ini menjual susu, berbagai macam indomie, roti bakar, dan pisang bakar. Sangat cocok untuk ngemil di malam hari. Kedai ini juga merupakan tempat nongkrong favorite squad Beckah. Mereka berempat sering makan di sana.
Setelah agak lama terlihat Deon menuruni panggung. Sontak saja Beckah berlari cepat ke arah Deon diikuti Sulis di belakang. Walaupun agak sakit berlari mengenakan wedges ia tak peduli. “Kak Deon!!!!” panggil Beckah dengan ngos-ngosan. Deon mengalihkan pandangannya ke arah Beckah lalu tersenyum. Ia pun menghampiri di tempat Beckah berdiri.
Ia mengulurkan tangan kanannya lalu dijabat oleh Beckah. “Kamu kenapa ngos-ngosan gitu?” tanya Deon. Beckah hanya tersenyum kecil, tak mungkin kan ia bilang karna mengejar Deon. “Aaah kak, konsernya bagus banget! Nggak sia-sia aku beli tiket kakak hahaha!!!” tawanya sambil mengacungkan ibu jarinya. “Benarkah??? Terima kasih ya!” ujarnya sambil ikutan mengangkat jempol kanannya. “Ah kak, kenalkan ini teman jurusanku Sulis!”. Deon mengalihkan pandangan ke arah Sulis dan tersenyum. Ia mengulurkan tangannya, “Deon!”. “Sulis” ujar Sulis sambil meraih tangan Deon. “Makasih ya kalian sudah hadir di sini!” ujarnya manis. Beckah tersenyum lebar menanggapi. Dalam hati sebenarnya ia bingung mau berkata apa lagi. Ia ingin lebih lama bercengkrama dengan Deon, tapi ia tak tau topik apa lagi yang bisa dibicarakan bersamanya.
“Teman-teman pemain diharap naik ke atas panggung segera! Kita akan foto bersama. Tolong untuk cepat ya, mengingat waktu sudah sangat malam!” ujar salah satu panitia. “Beckah, Sulis aku ke panggung dulu ya! Terima kasih sudah datang!” ujarnya dengan lesung pipi yang terbentuk di pipi sebelah kanannya. “Iya kak!!!” ujar Beckah sambil melambaikan tangannya dan Sulis dengan senyumannya.
Deon pun berlari menuju panggung. Beckah dan Sulis memutar badannya untuk berjalan ke luar. Tapi tiba-tiba, “Beckah!!!” panggil Deon dari balik punggungnya. Beckah langsung membalikkan badannya menghadap Deon. Deon meletakkan kedua telapak tangannya di depan mata lalu ia membolak-balikkan kedua telapak tamgannya, telapak- punggung, telapak-punggung secara bergantian. Beckah tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan Deon. Saat mati lampu kemarin di kos Deon, Deon melakukan hal aneh itu di pangkuan Beckah. Hal ini membuat Beckah tertawa sampai sakit perut. Menurut Beckah wajah Deon sangatlah lucu saat melakukannya. Padahal orang lain yang melihatnya tidaklah lucu sama sekali. ‘Tuhan aku ingin dia!’ Batin Beckah memohon.
“Ganteng kan? Ganteng kan? Ganteng kan?” tanya Beckah histeris. “Iya Iya… Aku akui gebetanmu itu ganteng sangat!!” ujar Sulis. “Serius????” tanya Beckah memastikan. Sulis menganggguk. Ia tidak sedang menghibur sahabatnya ini, namun menurutnya Deon memanglah sangat tampan. “Kamu tadi liat nggak dia candain aku???” ujar Beckah sambil tersenyum. Rasanya dadanya hampir meletup jika mengingat kejadian tadi. “Iya iya!!!” ujar Sulis menggapi. “Terus tadi bla bla…..” cerita Beckah dengan penuh semangat. Sulis yang baik hati dan tidak sombong menanggapinya dengan baik. Padahal cerita Beckah selalu saja diulang-ulang sampai ia hapal dan lagi selama perjalanan ke kedai bang nino terus saja Beckah menceritakan tentang Deon. Beckah bahkan berjanji akan mentraktir pizza 5 pan untuk sahabatnya ini besok ketika ia dan Deon jadian. Sulis hanya tertawa kecil mendengarnya.
***
Pukul 10 malam gerimis belum juga behenti seakan belum ingin selesai membasahi bumi. 2 orang cewek dan 1 cowok masih bercengkrama di teras depan kamar cowok itu dekat tetesan air hujan yang turun dari genting. Sesekali terdengar pukulan keras disertai gelak tawa mereka. Mereka tampak menikmati malam itu.
“Eh Yon kau tau, adek ini masih dekat lho sama mama mantannya!” ujar Elina tiba-tiba. Beckah yang merasa ditunjuk langsung melebarkan matanya. Ia berusaha berkata lewat matanya kepada Elina ‘Plis kak jangan cerita itu!’ batin Beckah memohon agar Elina tak melanjutkannya. Ia takut Deon akan berpikiran bahwa ia masih menjalin hubungan dengan mantannya. Padahal ia sama sekali tak berhubungan lagi dengan mantannya. Hanya dengan mamanya saja. Itupun dilakukannya tidak di rumah tapi di restoran atau mall tempat mereka janjian.
“Iya kah Beck?” tanya Deon menyelidik. Belum sempat Beckah menjawab Elina lebih dulu memotong, “Iya Yon! Padahal adek manis ini udah putus 1 tahun lho sama mantannya cuma mamanya masih sayang kali sama dia. Bahkan mamanya sampai bilang cuma mau restui anaknya nikah kalo calonnya si Beckah! Gilak nggak?!” ujar Elina berapi-api. Beckah menundukkan kepalanya ‘Selesailah hidupku!’ batin Beckah.
Mendengarnya Deon hanya nyengir tipis. “Iya juga sih, kalau aku jadi mamaknya aku juga bakalan sayang sama ni anak! Aku rasa mamaknya merasa hutang budi sama kau dek. Kau tau Yon, Beckah pernah lho bantuin mantannya ke toilet waktu mantannya opname di rumah sakit! Dia lho yang bersihin kotorannya. Gilak, kalau aku nggak akan mau! Okelah kalo cuma nungguin, tapi kalau sampai bersihin kotorannya nggak sudi aku! Walaupun itu pacarku sendiri!” ujar Elina panjang lebar dengan tatapan jijik.
Beckah masih menundukkan kepalanya, ‘Udah dong kak stop!’ batin Beckah tertahan. “Itu namanya kau belum dewasa El! Terus besok kalo suamimu sakit dan nggak bisa ke belakang mau kau diamkan aja?” ujar Deon angkat suara. Elina menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal. “Yah beda lah Yon pacar sama suami! Kalo suami pastilah akan kuurus untuk buang t*inya. Kalo pacar sorry aku tak sanggup belum juga jadi suami!”. “Kalau kau berpikir kaya gitu berarti pikiran kau belum sedewasa Beckah!”. Mendengarnya Beckah mengangkat kepalanya tak menyangka Deon akan bereaksi seperti itu.